Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Bisnis

Pertamina Seharusnya Miliki Hak Impor Gas

Media Manager PT Pertamina, Adiatma Sardjito, mengatakan Pertamina sendiri telah melakukan pengamatan ini.

Penulis: Sanusi
Editor: Rendy Sadikin
zoom-in Pertamina Seharusnya Miliki Hak Impor Gas
WARTA KOTA/ANGGA BHAGYA NUGRAHA
Petugas SPBU coco di Kawasan Abdul Muis, Tanah Abang, tengah mengisikan BBM jenis premium, Minggu (2/11/2014). 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - PT Pertamina (Persero) akan terus mengembangkan produksi gasnya. Apalagi, pasca kenaikan harga BBM subsidi permintaan permintaan produksi gas dalam negeri meningkat.

Media Manager PT Pertamina, Adiatma Sardjito, mengatakan Pertamina sendiri telah melakukan pengamatan ini. “Sekarang ini harga gas jauh lebih murah daripada BBM. Kita tentu akan coba maksimalisasi produksi gas domestik untuk konsumsi masyarakat,” ujarnya, Rabu (3/12/2014).

Apalagi, saat ini pemerintah juga telah gencar melakukan kampanye konversi BBM ke BBG di berbagai kota di Indonesia. Produksi minyak dan gas Pertamina sendiri saat ini mencapai 462 juta barel per hari. Produksi gas domestik Pertamina terus meningkat semenjak 2011 sebesar 111 persen dari proyeksi awal.

Namun, kata dia, persoalan yang masih menjadi perdebatan adalah mengenai hak impor gas. Hak impor gas seharusnya dipegang oleh satu badan yang memiliki hak atas pengelolaan sumber daya migas nasional, yakni Pertamina.

Langkah ini bukan dianggap sebagai tindakan monopoli melainkan dalam usaha mengontrol dan mengurangi ketergantungan impor gas untuk konsumsi dalam negeri. Apalagi, konsumsi gas Indonesia diprediksi akan semakin meningkat setiap tahunnya.

Menurutnya, sekalipun saat ini ada lini blok migas yang menjadi tulang punggung gas nasional, namun kemungkinan kesenjangan pasokan dan permintaan dapat membuat Indonesia harus melakukan impor gas. Impor gas harus dikontrol oleh Pertamina untuk menghindari permainan harga yang dapat melahirkan mafia gas di masa depan.

Ketua Ikatan Ahli Geologi Indonesia Rovicky Dwi Putrohari mengatakan, pemerintah harus memberikan perhatian khusus di bidang migas. Dalam jangka pendek memang seyogyanya untuk menyediakan energi untuk konsumsi masyarakat. Namun dalam jangka menengah hingga panjang, kata dia, pemerintah harus mencari energi alternatif seperti gas. Apalagi, cadangan minyak Indonesia tidak banyak.

Berita Rekomendasi

Sementara Direktur Eksekutif Energy Watch Mamit Setiawan mengatakan, trader-trader migas sebaiknya dihapuskan untuk membuat sistem pembelian minyak business to business. Selain itu, kata dia, pemerintah harus bisa memberantas mafia migas.

Untuk diketahui, beberapa fenomena mafia migas telah berhasil diusut, seperti krisis listrik yang terjadi di Kabupaten Bangkalan selama tujuh tahun terakhir yang nyatanya disebabkan oleh praktik korupsi dan mafia migas Indonesia, yang notabene merupakan oknum pejabat-pejabat tinggi, yakni mantan Bupati Bangkalan, Madura. Peristiwa ini mengakibatkan kerugian negara sebesar 445 juta dolar AS.

Sebagaimana diketahui, hak alokasi gas BUMD itu rentan pencaloan dan diperdagangkan oleh pemburu rente. Ini juga disinyalir terjadi yang dilakukan oleh mantan Bupati Bangkalan yang kemarin ditangkap dalam operasi tangkap tangan KPK.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas