Ongkos Telepon dan SMS Bakal Turun
Operator seluler kini kelimpungan setelah pengguna pesan singkat (SMS) dan telepon (voice) mulai menyusut.
Editor: Budi Prasetyo
TRIBUNNEWS.COM.JAKARTA. Laju pesat pengguna data telepon seluler (ponsel) ibarat bara dalam sekam. Operator seluler kini kelimpungan setelah pengguna pesan singkat (SMS) dan telepon (voice) mulai menyusut.
Masalahnya, di tengah tren penurunan pengguna SMS dan telepon, operator seluler tetap harus membayar tarif interkoneksi. Ini adalah biaya yang dibayar operator kepada operator lain yang menjadi tujuan telepon atau SMS.
Sebagai gambaran, di laporan keuangan September 2014 terlihat, tarif interkoneksi ini jadi beban bagi operator. Rata-rata penerimaan jasa interkoneksi lebih kecil ketimbang beban yang ditanggung.
Lihat saja, pendapatan interkoneksi PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (Telkom) Rp 3,63 triliun tapi bebannya Rp 3,68 triliun. Jadi total defisit Rp 44 miliar.
Sementara pendapatan interkoneksi PT XL Axiata Tbk Rp 2,32 triliun dan beban Rp 2,57 triliun sehingga defisit Rp 252 miliar. Kondisi PT Indosat Tbk lebih parah lagi. Dari beban interkoneksi Rp 1,93 triliun, pendapatannya cuma sebesar Rp 1,54 triliun, sehingga defisit Rp 381 miliar.
Kondisi inilah yang membuat operator menyorakkan agar pemerintah memangkas biaya interkoneksi. Presiden Direktur PT XL Axiata Tbk Hasnul Suhaimi menuding, tarif interkoneksi yang mahal membikin pelanggan beralih ke jenis komunikasi serupa berbasis data yakni instant messaging dan telepon internet (VoIP).
Sebagai gambaran, tarif interkoneksi pada 2012 sebesar Rp 23 per SMS. Awal tahun 2014 menjadi Rp 24 per SMS. Tarif interkoneksi kepada pelanggan sudah termasuk komponen margin operator.
Sementara bisnis data yang melaju pesat tak banyak memberikan cuan. Tarif data yang dijual di pasaran saat ini rata-rata Rp 15.000 per gigabyte (GB) sedangkan operator merogoh biaya operasional sebesar Rp 49.000 per GB.
Hitungan Hasnul, dari bisnis SMS dan telepon, operator seluler bisa mencuil margin hingga 16%. Sementara, bisnis data justru minus 5%-10%.
Karenanya operator mendesak pemerintah memangkas tarif interkoneksi. "Interkoneksi perlu ada, kalau bisa diturunkan setengahnya," kata Hasnul, Kamis (11/12/2014).
PT Telkom juga sependapat. Namun, Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Utama Telkom Indra Utoyo belum bisa menyebut besar tarif yang diinginkan.
Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara tampaknya tak keberatan dengan usulan ini. "Kami meminta laporan dulu dari para operator seluler dan dari ATSI (Asosiasi penyelenggara Telekomunikasi Seluruh Indonesia) untuk merumuskan dan mengumpulkan data-data ini," ujar Rudiantara .
Anggota Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) Nonot Harsono mengingatkan, tarif interkoneksi tetap diperlukan. Dengan tujuan untuk menghindari spamming di jaringan operator lain.(KONTAN/Merlinda Riska )