Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Bisnis

Pembelian Raskin Dengan e-Money Sulitkan Warga Miskin

Wacana pemberian e-Money guna pembelian beras untuk warga miskin (Raskin) dianggap terlalu rumit

Penulis: Edwin Firdaus
Editor: Hendra Gunawan
zoom-in Pembelian Raskin Dengan e-Money Sulitkan Warga Miskin
Kompas.com/ M Agus Fauzul Hakim
Ilustrasi beras miskin. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Wacana pemberian e-Money guna pembelian beras untuk warga miskin (Raskin) dianggap terlalu rumit.

Pernyataan yang dilontarkan Menteri Badan Usaha Milik Negara, Rini Soemarno itu bahkan dinilai terkesan mengikuti trend pemerintah baru yang serba "e". Padahal, tujuan awal terbentuknya raskin untuk memproteksi harga beras petani. Seharusnya, semangat raskin yang sekarang sama dengan cikal bakal terbentuknya yakni kesejahteraan petani sendiri.

"Raskin adalah usaha sistematis untuk meghindari pangan pokok rakyat dari resiko pasar bebas," ujar Ketua Perhimpunan Ekonomi Pertanian Indonesia (Perhepi), Bayu Krisnamurthi di Jakarta, Senin (15/12/2014) kemarin.

Dia menghimbau pemerintah tidak buru-buru soal relokasi raskin ke e-Money. Pasalnya, banyak hal yang sudah diimplementasikan pada petani bisa ditinjau ulang. Pupuk misalnya. Bayu menyarankan pemerintah untuk melihat komponen pertanian itu. Subsidi pupuk sebesar Rp 25 triliun dinilai sudah tidak produktif lagi. Banyak penelitian soal kerusakan tanah karena pupuk. Imbasnya yang terkena adalah petani sendiri. Dalam jangka panjang negara jadi tidak bisa melindungi pangan pokok rakyat dari resiko pasar bebas.

"Jangan e-Money lah, tapi e-Subsidi. Biar dia (petani) bisa beli input yang sesuai dengan kebutuhannya. Bibit unggul, pupuk organik dan lainnya. Jangan hanya pupuk. Itu jauh lebih baik," ujarnya.

Kesejahteraan petani ini berhubungan dengan ketersediaan beras nasional. Dengan itu pemerintah bisa mengendalikan stok beras yang menjadi pedang bermata dua. Di satu sisi, jika stok aman, maka spekulan tidak bisa bermain sehingga harga stabil. Di sisi lainnya, pemerintah harus mengatur pengeluaran stok beras supaya bisa dimanfaatkan dan tidak terbuang percuma.

Kalau dulu, sebelum dipegang Bulog, terang Bayu, pemerintah akan membeli beras darimana saja. Namun sekarang agak sulit dikarenakan Bulog memakai anggaran negara. Padahal, ketahanan pangan menjadi isu dunia saat ini. Bayu menjelaskan negara-negara maju sudah menunjukkan gejala untuk mengamankan sektor pangan mereka. Stok fisik pangan mulai dicari untuk memenuhi kebutuhan pokok masyarakatnya.

Berita Rekomendasi

"China mengimpor 82 juta ton kedelai, indonesia hanya 1,3 juta. China membeli 1 juta ekor sapi dari Australia. Itu adalah masalah serius, negara maju pun berpikir untuk memiliki stok fisik," kata Bayu.

Untuk itu, lanjut Bayu, melalui raskin, pemerintah harus memperkuat peran Bulog mengamankan stok beras nasional. Saat ini pemerintah hanya bisa mengendalikan beras sebagai satu-satunya komoditi. Sehingga harus tetap dipelihara kekuatan Bulog mengendalikan stok.

"Kalau ini dihilangkan ya tidak ada lagi andalan bagi pemerintah," ujar Bayu.

Selain itu, menurutnya, raskin bisa menjaga pasar menjadi stabil. Karena keluarga berpendapatan rendah tidak harus membeli beras ke pasar. Bayu menyatakan kondisi itu membuat pasar menjadi stabil. Masyarakat miskin sudah disediakan sendiri sehingga tidak perlu bersaing daya beli dengan masyarakat kelas atas.

Bayu juga menyinggung soal impor beras oleh pemerintah. Menurut dia, hal itu sah-sah saja, asalkan penyelenggara negara pintar mengelola. Caranya, impor beras dari suatu negara dan dijadikan stok Indonesia. Jadi, tidak perlu serta merta menariknya sehingga membanjiri pasar dalam negeri.

"Diperdagangkan di luar kalau tidak butuh. Kalau butuh ya dikirim ke Indo. Kalau ini yang mau dibahas menurut saya jauh lebih produktif. Itu tantangan 5 - 10 tahun mendatang," imbuhnya.

Sementara Peneliti dari Institut Pertanian Bogor, Kukuh Murtilaksono menilai raskin sangat perlu dipertahankan. Menurutnya itu tidak bisa diganti dengan e-Money untuk daya belanja masyarakat.

Malah lebih baik jika jumlah stok raskin ditambah. Sebab, kata dia, jika jumlah raskin bertambah 1 persen saja, bisa menyumbang penurunan harga beras. Riset yang ia teliti jika pemerintah fokus pada hal ini, raskin bisa mengontrol harga beras. Ujungnya bisa mengendalikan inflasi Indonesia.

"Jumlah raskin jika ditambah satu persen saja maka indeks harga beras akan menurun 0,025%. Raskin membentuk kestabilan beras," kata Kukuh. Sebaliknya, jika raskin dikurangi, kata dia, maka harga beras akan meningkat dengan presentase yang sama.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas