Tim Reformasi Migas Diminta Tak Hanya Urusi Petral
Tim reformasi tata kelola migas dinilai setengah hati dalam memberantas jaringan mafia migas yang sudah menggurita.
Penulis: Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tim reformasi tata kelola migas yang diketuai oleh Faisal Basri dinilai setengah hati dalam memberantas jaringan mafia migas yang sudah menggurita. Tim reformasi diminta untuk membaca data dan fakta sebelum mengeluarkan pernyataan.
Pengamat Kebijakan Migas, Yusri Usman, menilai selama bertugas tim lebih banyak mengeluarkan pernyataan bombastis kepada publik seperti menyebutkan saham Petral diduga ada milik dari keluarga Cendana hingga Petral sarang mafia. Nyatanya, ujar Yusri, pernyataan yang telah terlanjur diumbar di ruang publik tersebut berbeda dengan kenyataan yang ada.
Yang mengherankan, kata Yusri, pada rapat 17 Desember kemarin yang juga dihadiri Petral dan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), justru keluar pernyataan dar Faisal Basri Cs bahwa impor BBM lebih murah dibanding kalau diolah di kilang milik Pertamina.
"Sejak awal saya sudah mengkritisi agar tim bekerja lebih profesional, jangan umbar bicara sebelum memiliki fakta dan data valid dan mengandung kebenaran yang sudah diverifikasikan ke pihak terkait, jangan seperti istilah NATO (No Action Talk Only)," tegas Yusri, dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (20/12/2014).
Sembari menyindir, pada awal tim ini keliatan seperti macan tulen ternyata menjadi macan sirkus atau ayam jago menjadi ayam sayur. "Diduga fakta-fakta yang sempat diumbar ke publik tersebut bersumber dari Daniel Purba yang juga anggota tim yang tak lain 'anak emas’ dari Ari Sumarno," kata Yusri.
Asal tahu saja, pada saat Ari Sumarno menjadi Managing Director Petral Singapore pada tahun 2003-Agustus 2004, Daniel Purba adalah sebagai wakilnya (VP).
Yang mendesak, imbuh Yusril, perlu dijelaskan hubungan mekanisme kerja Petral dengan Integrated Supply Chain (ISC) Pertamina. Karena ternyata semua perintah soal impor minyak mentah dan BBM menyangkut jenis volume dan harga perkiraan serta jadwal suplai, semuanya dibawah kendali ISC Pertamina.
Jadi praktiknya, kata dia, setiap tender Petral hanya berfungsi mengundang dan merekapitulasikan dan mengusulkan ke ISC untuk dievaluasi mengikuti General Term Condition (GTC) sebagai standar prosedur yang baku .
Hasil evaluasi tersebutlah ditentukan apakah ditunjuk sebagai pemenang pelaksana atau retender, semua diputuskan oleh ISC, setelah itu Petral akan membuat kontrak dgn National Oil Company (NOC), Refinery (Kilang), dan Produsen.
Pada saat badan ISC berjalan, justru terjadi kesalahan kebijakan yang menyebabkan kelebihan pasokan solar dan avtur saat itu yang menurut Tim Pansus BBM DPR RI Dahlan Nizar dari komisi VII ada kerugian Pertamina yaitu menyewa tanker sebesar 900 ribu dolar AS per bulan untuk menampung kelebihan pasokan dan harus membayar tenaga ahli sebesar 15 juta dolar AS yang dibebankan kepada ISC Pertamina. Saat itu yang menjabat ketua ISC yakni Sudirman Said.
Herannya, kata Yusri, Faisal Basri justru membela Sudirman Said dicopot dari jabatan ISC karena ditelepon oleh seorang menteri, bukan karena kesalahan kebijakan tersebut.
"Sudah sewajarnya kalau memang benar ada intervensi seorang menteri pada saat itu maka Faisal Basri harus menyebutkan siapakah nama Menteri tersebut, karena pada saat kejadian tersebut posisi Menteri BUMN dijabat oleh Sofyan Jalil dan Menteri ESDM Purnomo Yusgiantoro," tegas dia.
Ia mengingatkan, seharusnya Daniel yang selalu dipuji sebagai orang paling jujur oleh Faisal bicara jujur juga dengan hati nurani soal proses bisnis di petral sejak tahun 2004 sampai dengan dia menduduki posisi VP Integrated Supply Chain (ISC) Pertamina ISC tahun 2008 sampai dengan 2009.
Pasalnya, kata Yusri Usman, pada saat Ari Soemarno menjabat managing Director Petral dan Daniel Purba sebagai VP, ada banyak kejanggalan manakala ISC beroperasi. Misal penjualan greencoke 300.000 mt melalui Paramount Petrol dan Orion Oil (Post box company) dan terus melalui Mitsubishi dan Thyssen baru kemudian dijual ke pembeli akhir SSM di Eropa dan Xijiang di China. Dugaan kerugian Pertamina akibat proses ini sebesar sekitar 2,4 juta dolar AS akibat tidak langsung ke pembeli akhir.
"Sebaiknya, tim reformasi migas memanggil fungsi ISC untuk mengupas kenapa harus beli Ron 88 dan meminta penjelasan metode penentuan owner estimated (OE) untuk harga pembelian minyak mentah dan BBM maupun penjualan produk-produk kilang seperti greencoke, LSWR, Decant Ol dan Vacum Residu, dan lainnya," tutur Yusri Usman.