Pelemahan Rupiah Bisa Dongkrak Ekspor Indonesia
Nilai tukar rupiah terhadap Dolar Amerika Serikat (AS) diprediksi bakal sulit kembali di bawah Rp 11.000.
Penulis: Edwin Firdaus
Editor: Sanusi

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Nilai tukar rupiah terhadap Dolar Amerika Serikat (AS) diprediksi bakal sulit kembali di bawah Rp 11.000. Dampaknya daya beli masyarakat semakin melemah seiring depresiasi mata uang Indonesia.
Ekonom dari IPMI International Business School, Jimmy M Rifai Gani, menilai pelemahan nilai tukar rupiah dapat meningkatkan daya saing produk ekspor Indonesia. Pasalnya, harga produk Indonesia menjadi relatif lebih rendah terhadap dolar AS.
Tetapi, kata Jimmy, pelaku usaha tidak serta-merta dapat memanfaatkan kondisi tersebut. Selain harga/biaya (price/cost), ada tiga komponen lain dalam faktor daya saing. Di antaranya yaitu kualitas (quality), kecepatan dan ketepatan waktu pengiriman barang (delivery), serta layanan purna jual (services).
"Melemahnya kurs rupiah otomatis menaikkan daya saing produk ekspor pada tingkat tertentu, namun hanya dari sisi biaya. Jika ingin benar-benar memanfaatkan hal ini maka pelaku usaha harus bisa meningkatkan quality, delivery, dan services," ujarnya di Jakarta, Minggu (15/3/2015).
Apabila produk ekspor asal Tanah Air belum mampu bersaing dengan negara-negara lain dari sisi kualitas, Jimmy yang menjabat sebagai Executive Director & CEO IPMI itu menambahkan, pelaku usaha domestik dapat mendongkrak tingkat kecepatan pengiriman produk atau layanan purna jual.
"Ada konsumen yang loyal karena service yang bagus atau berani bayar mahal demi delivery cepat dan tepat waktu. Pelaku usaha mesti fokus menentukan diferensiasi produk supaya bisa bersaing dengan kompetitor dari negara-negara lain," ujarnya.
Lulusan Master of Public Administration, John F Kennedy School of Government Harvard University, Amerika Serikat ini menyarankan pemerintah menginisiasi pembentukan institusi atau lembaga yang mengurusi peningkatan daya saing yang mampu melakukan kolaborasi lintas sektor. Gunanya untuk menghadapi pasar bebas ASEAN yang sudah di depan mata.
"Jadi sekarang tergantung kita dalam menyikapi pelemahan rupiah ini, apakah akan ikut terpuruk atau malah menjadikannya peluang? Pemerintah tidak boleh tinggal diam melihat usaha kecil dan menengah (UKM) kalah bersaing di pasar global karena rendahnya quality, cost, delivery, dan service atau QCDS," imbuhnya.