Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Bisnis

Jelang Masa Panen, Petani Tebu Diserbu Impor Gula

Baginya yang juga bergerak di usaha gula nasional, keran impor akan menyengsarakan petani tebu.

Editor: Hasanudin Aco
zoom-in Jelang Masa Panen, Petani Tebu Diserbu Impor Gula
Warta Kota/Henry Lopulalan
Ilustrasi/Petani tebu berunjuk rasa menolak impor gula rafinasi dan raw sugar yang merugikan petani dan negara dalam jumlah besar. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Situasi pertanian di Indonesia masih saja gelap.

Harapan mengembalikan marwah Indonesia sebagai Negara swasembada pangan, masih jauh dari kenyataan. Hal ini yang dirasakan petani tebu lokal.

Jelang masa panen yang akan jatuh pada bulan Mei 2015, Indonesia justru membuka keran impor gula mentah sebanyak 1.5 juta ton.

Gula mentah dipakai sebagai bahan baku gula industri yang diproduksi industri gula rafinasi untuk pabrik makanan-minuman.

Di hadapan Sofjan Wanandi selaku tim ahli ekonomi Wakil presiden Jusuf Kalla, Direktur Utama PT Gendhis Multi Manis Lie Kamadjaja menyampaikan kritik keras atas kebijakan impor tersebut.

Baginya yang juga bergerak di usaha gula nasional, keran impor akan menyengsarakan petani tebu.

"Membuka keran impor adalah bentuk pengingkaran pada perlindungan petani lokal. Dan membuktikan bahwa Jokowi tak serius perangi mafia gula di Indonesia” tukas Kamadjaja ditemui disela-sela peluncuran buku "Islam dalam Bingkai Keindonesiaan dan Kemanusiaan" (edisi revisi) karya Ahmad Syafii Maarif di Auditorium CSIS, Jakarta Pusat, Selasa (14/4/2015), malam.

BERITA TERKAIT

Selain Lie Kamadjaya dan Sofjan Wanandi hadir sejumlah tokoh juga hadir.

Lie Kamadjaya yang didaulat memberikan testimoni dalam acara tersebut menyampaikan bahwa negara perlu memihak kepada petani dan rakyat kecil untuk kesejahteraan orang banyak.

"Sejalan dengan yang Buya sampaikan bahwa al-qurán pro-orang miskin dan anti kemiskinan, harusnya negara memperhatikan nasib petani dengan tidak mengimpor gula, yang pada akhirnya menyengsarakan petani tebu", ujar Kamadjaja.

Bagi Lie Kamadjaja yang memiliki pabrik gula di Blora, situasi tak hanya berat untuk petani namun juga berat bagi industri gula nasional. Akan tetapi, sebagaimana sudah menjadi komitmennya, bahwa pabrik gula Blora yang menerapkan 100% tebu hasil dari petani plasma akan sekuat tenaga menggunakan tebu hasil panen petani.

“Ini wujud nyata dari prinsip bahwa pabrik dan petani kudo mulyo berbarengan,” pungkasnya.

Syafii Maarif yang hadir sebagai narasumber talkshow tentang buku terbarunya turut menyoroti situasi pelik ini dengan mendorong lahirnya pemimpin yang negarawan. Pemimpin negarawan adalah pemimpin yang mampu melampaui kepentingan kelompok, demi kepentingan bangsa yang lebih besar.

“Bangsa ini harus lekas siuman, kita sedang paceklik negarawan saat ini” terang Buya Syafii. Dalam konteks ini, seorang negarawan sejati adalah mereka yang mau melindungi kelompok marjinal di negeri ini, termasuk didalamnya para petani tebu diatas.

Sumber: TribunJakarta
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas