Cadev Perlu Digenjot untuk Jaga Rupiah
Pemerintah dinilai perlu menggenjot cadangan devisa (cadev) dalam negeri guna menahan pelemahan rupiah
Penulis: Seno Tri Sulistiyono
Editor: Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah dinilai perlu menggenjot cadangan devisa (cadev) dalam negeri guna menahan pelemahan rupiah, seiring hasil referendum Yunani yang diprediksi dapat mendorong penguatan dolar AS.
Ekonom Universitas Indonesia Budi Frensidy mengatakan, rasio cadev dalam negeri terhadap produk domestik bruto (PDB) termasuk yang terendah di Asean. Kondisi ini, membuat perekonomian dalam negeri rentan jika cadev terus digunakan intervensi pasar uang.
Menurutnya, cadev Indonesia pada akhir Juni 2015 berada di level 108 miliar dolar AS, atau 13 persen terhadap PDB. Ia menilai, angka 13 persen sangat jauh dibandingkan tetangganya yaitu Filipina 29 persen dari PDB.
"Malaysia 33 persen dan Thailand 40 persen. Idealnya cadev kita itu 30 persen terhadap PDB, sekitar 200 miliar dolar AS," ucap Budi.
Budi melihat, persoalan kurs hanya berbicara pasokan dan permintaan sehingga diperlukan langkah untuk menjaga ketersediaan valuta asing di dalam negeri. Pertama, pemerintah bisa menerbitkan obligasi valas dan kedua, bekerjasama dengan negara yang memiliki cadev besar.
"Negara yang cadev-nya besar seperti Amerika, agar mau menjadi stand by back up bagi kita yang lemah," ujar Budi.
Berdasarkan kurs tengah Bank Indonesia hari ini, rupiah melemah 33 poin menjadi Rp 13.346 dari posisi hari sebelumnya Rp 13.313 per dolar AS. "Rupiah mendekati Rp 13.500 itu sudah masuk kategori mengkhawatirkan, saya kita Bank Indonesia perlu intervensi," ujarnya.