Hipmi: Kedua Paket Ekonomi Harus Segera Divitalisasi dan Disinkronisasi
Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) menyambut baik paket besar ekonomi jilid II yang di keluarkan pemerintah.
Penulis: Edwin Firdaus
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) menyambut baik paket besar ekonomi jilid II yang di keluarkan pemerintah.
Namun, Hipmi mengingatkan, bahwa regulasi ini dalam jangka pendek bertujuan untuk menjinakan pasar modal dan rupiah. Sedangkan secara fundamental baru dapat efektif bagi sektor riil tahun depan.
Sebab itu, Hipmi meminta agar kementerian atau lembaga terkait segera memvitalisasi dan sinkronisasi kedua paket ekonomi tersebut.
"Segera lakukan vitalisasi dan sinkronisasi," Ketua Umum BPP Hipmi Bahlil Lahadalia di Jakarta, Rabu (30/9/2015).
Bahlil mengatakan, paket yang diluncurkan pemerintah dalam dua paket terakhir sangat banyak. Hal ini membuat dunia usaha menjadi bingung dan tak mampu menangkap secara konkrit peluang yang dapat diambil dalam paket-paket ini.
"Paket-paket ini dirangkum saja dalam dua atau tiga item per paket. Jadi, cukup minimalis saja," kata Bahlil.
Dia mengatakan, pemerintah sebelumnya mengumumkan paket kebijakan ekonomi jilid pertama yaitu sebanyak 134 daftar kebijakan deregulasi peraturan serta.
Namun, baru 16 Peraturan Pemerintah dan Peraturan Presiden, yang masuk dalam paket kebijakan jilid pertama, sudah selesai dibahas dan tinggal menunggu kelengkapan paraf menteri terkait dan persetujuan Presiden untuk ditetapkan.
"Berarti masih ada 118 daftar kebijakan deregulasi yang perlu diregulasikan ulang dalam bentuk Perpres, Permen, Kepmen dan sebagainya. Berarti kementrian dan lembaga terkait harus ngebut neh. Sebab itu revitalisasi paket kebijakan ini dalam bentuk regulasi baru harus segera dieksekusi. Jangan sampai investor masih ketemu dengan regulasi yang lama, ketika berhadapan dengan birokrasi," kata Bahlil.
Selain itu, regulasi-regulasi ini juga perlu disinkronkan dengan regulasi-regulasi lain antar kementerian dan lembaga. Revitalisasi dan sonkronisasi ini nanti semestinya akan membuat perizinan makin cepat dan sederhana.
"Kalau nantinya tetap sama seperti dengan dulu, lama dan berbelit-belit, ya paket ekonomi ini tidak akan efektif," kata Bahlil.
Menurut Bahlil, kedua paket kebijakan masih bertujuan memperkuat investasi, meredam rupiah dan pasar modal.
Bagi sektor riil, ujar dia, baru akan berdampak tahun depan bahkan sampai akhir tahun 2016. Sebab dengan adanya kebijakan baru, langkah berikut para pengusaha dan investor akan membuat rencana bisnis baru.
"Ini kan butuh waktu juga, sambil melihat-lihat bagaimana sektor lain berbenah," imbuh Bahlil.
Kesamaan paket kebijakan jilid I dan II, ujar Bahlil, keduannya mendorong supply side seperti produksi dan investasi berjangka panjang.
Paket tersebut memang berusaha memperbaiki alur perekonomian dari hulu terlebih dahulu. Tetapi kedua paket ini belum berfokus pada penguatan permintaan (demad side) yakni memperkuat daya beli dan efektif dalam jangka pendek.
Karena itu, menurutnya kebijakan tersebut belum akan mendorong perdagangan, penguatan logistik, dan jaringan distribusi dalam jangka pendek.
Hipmi menilai kebijakan ini juga belum langsung akan menyerap kembali tenaga kerja yang sempat dirumahkan atau terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).
Bila pemerintah akan meluncurkan paket kebijakn jilid III, Hipmi meminta paket yang langsung dapat meningkatkan daya beli dan lapangan kerja, seperti paket-paket percepatan proyek padat karya di berbagai daerah.
Dia merinci, berdasarkan Anggaran Pendapatan Belanja Negara Perubahan 2015 (APBN-P) sejumlah kementerian mendapat anggaran infrastruktur yakni Kementrian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat sebesar Rp 105 triliun, Kementerian Perhubungan Rp 52,5 Triliun, dan Kementerian Energi, Sumber Daya Mineral sebesar Rp 46,4 Triliun.
Belanja melalui Kementerian/Lembaga sebesar Rp 209,9 Triliun sedangkan non K/L sebesar Rp 80,5 Triliun.
"Totalnya ada Rp 290,3 triliun," tegas Bahlil.