Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Bisnis

Gelombang PHK Terus Mengancam

Perusahaan-perusahaan tersebut berlokasi di Jawa Timur, Jawa Barat, Banten, hingga Yogyakarta.

Editor: Hasanudin Aco
zoom-in Gelombang PHK Terus Mengancam
TRIBUNNEWS/HERUDIN
Ratusan mahasiswa dari UI, UNJ, dan BEM se-Indonesia regional Jabodetabek dan Banten berdemonstrasi di depan Istana Merdeka, Jakarta Pusat, Kamis (10/9/2015). Pendemo menuntut 3 hal yakni kendalikan harga pangan, berantas mafia pangan dan lindungi pekerja lokal dari ancaman PHK. TRIBUNNEWS/HERUDIN 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ancaman pemutusan hubungan kerja (PHK) sudah di depan mata. Salah satunya datang dari industri tekstil dan produk tekstil (TPT) yang selama ini menyedot ratusan ribu tenaga kerja.

Franky Sibarani, Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) menyebut, saat ini, ada 17 perusahaan TPT yang sudah melaporkan kesulitan mereka.

Dari mereka yang melapor, delapan perusahaan sudah mengurangi produksi. Bahkan, lima perusahaan diantara mereka sudah menutup usaha dan melakukan PHK.

"Semua perusahaan itu skalanya menengah besar," kata Franky, Jumat 9/10). Sayang, Franky enggan menyebutkan nama 17 perusahaan TPT yang dirundung masalah.

Perusahaan-perusahaan tersebut berlokasi di Jawa Timur, Jawa Barat, Banten, hingga Yogyakarta.

Adapun, sumber masalah yang dihadapi 17 industri tekstil dan produk turunannya beragam. Mulai masalah perpajakan, kesulitan keuangan, hingga mahalnya biaya produksi akibat tarif dasar listrik yang masih tinggi.

Ade Sudrajat Usman, Ketua Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) mengatakan, pemerintah harus segera mencarikan jalan keluar atas masalah yang dihadapi industri garmen.

Berita Rekomendasi

Sebab, masalah tersebut tidak hanya terjadi di industri hilir tekstil dan produk tekstil, industri hulu yang memproduksi bahan baku tekstil juga menghadapi persoalan yang sama.

Misalnya industri serat sintetis. Mereka bahkan sudah mengklaim telah mengurangi tenaga kerja. Redma Gita Wirawasta, Sekretaris Jenderal Asosiasi Produsen Synthetic Fiber Indonesia (APSyFI) menyebut, pemutusan hubungan kerja dari 12 perusahaan anggotanya sudah mencapai 900 orang.

Redma juga enggan menyebut nama perusahaan-perusahaan itu. "Kami akan membahasnya dengan BKPM pekan depan," kata Redma kepada KONTAN, Jumat (9/10).

Redma memastikan, jika pemerintah tak segera turun tangan mencari solusi, ada kemungkinan, triwulan ke-4 tahun ini akan ada penambahan PHK lagi di industri serat sintetis. Ia mengusulkan pemerintah menurunkan tarif listrik untuk industri, tak hanya memberi diskon pada jam-jam tertentu seperti di paket kebijakan ekonomi ke III. "Ini demi bisa mencegah PHK," tandas Redma.

Usulan lain adalah menghapus Pajak Pertambahan Nilai (PPN) bagi produk yang dihasilkan perusahaan serat sintetis yang membeli bahan baku di dalam negeri. Dengan insentif ini, mereka bisa mengurangi impor bahan baku.

Salah satu perusahaan hulu tekstil yang tertohok adalah PT Asia Pacific Fibers. Tunaryo, Corporate Secretary PT Asia Pacific Fibers menyebut, perusahaan ini tengah mempertimbangkan untuk merumahkan sekitar 50 hingga 100 orang karyawan. "Kepastiannya akan kami umumkan pada bulan November," tandas Tunaryo kepada KONTAN, Jumat (9/10).

Franky menegaskan, pemerintah tak tinggal diam dan berkomitmen membantu industri demi mencegah terjadinya PHK. Salah satu yang tengah dibahas adalah pemberian pinjaman modal kerja ke industri padat karya di kisaran Rp 40 miliar- Rp 50 miliar dengan bunga di bawah bunga komersial yang kini ada di kisaran 10%.

Sayangnya, kebijakan yang sebelumnya dijanjikan akan masuk dalam paket kebijakan ekonomi jilid III itu nyatanya malah tak keluar. Pemerintahan Presiden Joko Widodo hingga kini mengaku masih menyusun kriteria perusahaan yang bisa mendapat kredit berbunga mini itu.

Sumber: Kontan
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas