CSR di Industri Migas Harus Fokus kepada Pemberdayaan Masyarakat
CSR harusnya dipahami lebih luas lagi sebagai bentuk penguatan masyarakat
Editor: Sanusi
Jika pada bentuk pertama dan kedua, insisiatif lebih besar datang dari perusahaan (directif), maka pada bentuk yang ketiga, masyarakat menjadi perencana, terlibat secara aktif dalam peneyusunan program dan kegiatan yang sesuai dengan kebutuhan mereka (non directif).
“Untuk menuju tahapan menuju kegiatan CSR yang berujung pada kemandirian, ada fasilitator yang menjadi penyambung lidah antara masarakat dan perusahaan (community worker). Peran dari fasilitator inilah yang membuat masyarakat bisa membedakan mana yang menjadi keinginan dan mana yyang menjadi kebutuhan mereka,” katanya lagi.
Kegiatan CSR dikatakan memiliki nilai empowerment, jika inisiatif masyarakat tinggi, masyarakat aktif berpartisipasi, sementara perusahaan hanya berfungsi sebagai support dari program yang dibuat berdasarkan kebutuhan masyarakat. Dengan demikian masyarakat pun akan memiliki daya saing yang tingggi.
“Unsur terpenting dalam peningkatan daya saing masyarakat adalah partisipasi masyarakat dalam keseluruhan proses program,” katanya.
Bagian Kegiatan Operasional
Dony Indrawan, Manajer Komunikasi Perusahaan PT Chevron Pacific Indonesia, menilai muara dari kegiatan CSR adalah menciptakan kemandirian masyarakat secara ekonomi. Namun untuk sampai pada tahapan, mandiri secara ekonomi, maka pelayanan kepada masyarakat yang bersifat pemenuhan infrastruktur, tidak bisa diabaikan.
“Di negara berkembang seperti Indonesia, keterbatasan infrastruktur juga menghambat gerak laju masyarakat. Karena itu, pemenuhan kepada infrastruktur akan memberi raunga gerak yang besar bagi masyarakat, sehingga kegiatan perekonomian bisa mulai bertumbuh dari adanya infrastruktur tersebut,” demikain jelas Dony.
Pembangunan infrastruktur itu, misalnya yang dilakukan Chevron dengan membangun jembatan Siak I yang menghubungkan Riau bagian utara dan selatan. Dengan adanya jembatan tersebut, akhirnya juga ikut mendorong pertumbuhan ekonomi masyarakat, bukan hanya Riau tetapi juga perekonomian Sumatera secara umum. Pun demikian dengan pembangunan jalan ang awalnya hanya dipakai oleh perusahaan, kini diserahkan ke pemerintah dan dijadikan sebagai jalan negara.
Kini, kegiatan CSR atau di Cehvron lebih dikenal dengan program Social Investment pun mengarah pada kegiatan yang lebih mengarah pada kegiatan penguatan masyarakat untuk perekonomian yang berkelanjutan. “Strategi social investment kita berubah mengikuti dinamisasi masyakat. Kalau terus melakukan kegiatan yang sifatnya donasi, tidak akan ada perubahan perilaku masyarakat. Kita mengubah staregi kita ke arah yang membuat masyarakat lebih mandiri dan berdaya,” katanya.
Menurutnya, kemitraan Chevron dengan masyarakat sudah lebih dari 90 tahun atau tepatnya diawali pada 1924. Sampai saat ini, Cehvron masih tercatat sebagai kontributor terbesar produksi minyak dan gas nasional yakni sebesar 40 persen, melalui operasinya di Riau dan Kalimantan.
Perusahaan asal Amerika ini juga ikut serta menyediakan kebutuhan listrik bagi jutaan masyarakat Indonesia melalui proyek panasbumi di Jawa Barat. Melalui Chevron Geothermal Indonesia Ltd, dan Chevron Geothermal Salak Ltd.
Dari kehadirannya yang sudah lama jauh sebelum proklamasi kemerdekaan RI ini, sudah memberikan manfaat ekonomi dan sosial, bukan hanya bagi masyarakat di sekitar lokasi operasi, tetapi juga bagi Indonesia.
Bukti kontribusi yang besar ini, diperlihatkan dari hasil riset yang dilakukan oleh LembagaPenyelidikan Ekonomi & Masyarakat (LPEM) Universitas Indonesia bersama IHS, lembaga riset yang terkait dengan peran perusahaan dalam mempengaruhi perekonomian dan bisnis di suatu daerah, yang berbasias di Colorado, Amerika Serikat.
Hasil dari analisis dampak ekonomi yang dilakukan LPEM dan IHS menunjukkan bahwa Chevron tetap mempertahankan peran pentingnya bagi perekonomian Indonesia.
Pada 2013 saja misalnya, Chevron bersama mitranya berkontribusi sebesar Rp 125 triliun, terhadap Produk Domestik Bruto (PDB atau Gross Domestic Product/GDP) Indonesia dan menyumbang Rp 101 triliun bagi pendapatan negara melalui pendapatan pemerintah dari migas atau government lifting entitlements dan pajak.