Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Bisnis

Penggunaan Yuan pada Perdagangan Bilateral Tiongkok-Indonesia Diapresiasi

“Kalo Renminbi Yuan ini jadi reserve currency (cadangan mata uang – red), maka secara otomatis pangsa dari US Dollar sejumlah 60% akan terbagi."

Editor: Robertus Rimawan
zoom-in Penggunaan Yuan pada Perdagangan Bilateral Tiongkok-Indonesia Diapresiasi
Zhang Chunlei/Xinhua Press/Corbis
Ilustrasi yuan. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Terkait kesepakatan antara Indonesia dengan Republik Rakyat Tiongkok (China) untuk menggunakan mata uang yuan dan rupiah dalam perdagangan dua negara, anggota Komisi XI DPR RI, Donny Imam Priambodo memberi tanggapan positif.

Meski begitu, dia melihat masih banyak pertimbangan yang harus diperjelas jika ingin mematenkan yuan renminbi sebagai alat tukar dalam transaksi internasional.

“Jika sifatnya hanya hubungan perdagangan dua negara (bilateral – red) itu sah-sah saja, akan tetapi hal ini tidak bisa digunakan serta diterapkan kepada negara lain,” ujarnya saat dijumpai di ruang komisi IX DPR, Komplek Senayan, Senin (16/11/2015).

Menurut Donny, peredaran dan pertukaran mata uang internasional masih didominasi US Dolar, yang mencatat angka 60%.

Sedangkan 40% transaksi lain sebagian besar menggunakan mata uang yang masuk dalam Special Drawing Right (SDR) yaitu Yen, Euro dan Poundsterling.

Donny mengakui, posisi Tiongkok dalam percaturan ekonomi global saat ini tak bisa dipandang sebelah mata.

Negara ini memiliki cadangan devisa cukup besar, dan hubungan dagangnya dengan negara-negara di dunia juga sangat luas.

Berita Rekomendasi

Kuatnya pengaruh Tiongkok dalam perekonomian global juga semakin tertopang dengan pelemahan nilai tukar US dollar belakangan ini.

“Kalo renminbi yuan ini jadi reserve currency (cadangan mata uang – red), maka secara otomatis pangsa dari US Dollar sejumlah 60% tersebut akan terbagi,” tutur legislator Fraksi NasDem ini.

Menurut Donny, pembagian besaran antara yuan Tiongkok dengan US Dollar baru akan terlihat ketika yuan sudah diberlakukan sebagai Special Drawing Right oleh International Monetary Fund (IMF).

Hingga kuartal IV tahun ini, IMF masih belum juga mengumumkan yuan sebagai alat tukar internasional, meski akhir September lalu Amerika Serikat (AS) telah menyepakati masuknya yuan sebagai SDR.

Belum diakuinya yuan sebagai SDR, menurut Donny memang cukup menghambat aktivitas ekonomi internasional Tiongkok.

Selama ini, mereka harus menggunakan US Dollar sebagai alat tukar perdagangan internasionalnya, dan itu hanya bisa mereka lakukan melalui Hongkong sebagai satu-satunya jalur.

Seperti diketahui, Pemerintah Indonesia tengah berusaha mengurangi ketergantungan terhadap dolar AS, dengan mendorong penggunaan yuan Tiongkok sebagai alat tukar perdagangan kedua negara.

Kebijakan ini bisa dilakukan berdasar kesepakatan Bilateral Currency Swap Arrangement/ BCSA (rencana alat tukar bilateral – red), yang sudah ditandatangani sejak 1 Oktober 2013, dan bisa diperpanjang per tiga tahun.

Sebagai informasi, kesepakatan itu tak hanya mengatur penggunaan mata uang yuan dalam perdagangan bilateral Indonesia – Tiongkok, tapi juga memungkinkan penggunaan rupiah untuk transaksi yang dilakukan di negeri tirai bambu itu.

Donny melihat kesepakatan ini bisa membawa dampak positif baik untuk Indonesia mau pun sebaliknya.

“Apalagi Indonesia mempunyai hubungan sangat besar dengan China. Nah, dengan adanya itu (BCSA – red) juga bisa mengamankan kurs kita (rupiah) sebetulnya."

"Yah baguslah, artinya mereka mengakui rupiah, begitu juga sebaliknya. Sehingga impor dari China bisa bayar pakai rupiah, dan mereka mau. Kalau negara lain kan tidak mau, maunya menggunakan US dollar. Dengan kesepakatan ini kan bisa mengefisiensikan perdagangan dan menghemat devisa kita,” tandas legislator dari Dapil Jawa Tengah III ini.

Namun, sekali lagi Donny mengingatkan kesepakatan itu bisa berimplikasi negatif jika diterapkan sewaktu Renmimbi belum masuk dalam reserve currency (SDR – red). Ketika hal itu terjadi, Indonesia akan kesulitan memanfaatkan cadangan yuan renminbi, mengingat penggunaannya di tingkat internasional masih terbatas.

Padahal, cadangan devisa Indonesia juga dibutuhkan untuk aktivitas ekonomi internasional dengan berbagai negara di dunia, selain China.

“Negara lain pasti akan bertanya ini mata uang apa? Sedangkan China memegang uang kita masih bisa ditukar ke US Dollar di negara lain, nah ini Reniminbi kita tukar ke negara lain tidak laku, nah ini yang menjadi perkara dan persoalannya terkait renminbi,” pungkasnya.(*)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas