Dua Operator Taksi Dukung Penerapan Skema FIFO di Bandara Soetta
Dua operator taksi dipastikan mendukung rencana PT Angkasa Pura II untuk menerapkan skema first in first out di Soetta
Editor: Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Dua operator taksi yaitu Gamya dan Express Group dipastikan mendukung rencana PT Angkasa Pura II (Persero) untuk menerapkan skema first in first out atau FIFO di dalam pengelolaan taksi di Bandara Internasional Soekarno-Hatta, Cengkareng.
Sebab, dengan skema FIFO tersebut persaingan bisnis antara taksi di bandara akan semakin sehat dan tidak terkesan dimonopoli oleh salah satu perusahaan.
Direktur Keuangan PT Express Transindo Utama, David Santoso, mengatakan setiap taksi di bandara adalah taksi resmi dan terdaftar di Kementerian Perhubungan juga Angkasa Pura II, jadi semua operator berhak mendapatkan porsi yang sama dalam pengelolaan taksi di bandara.
"Ada delapan operator taksi di bandara, dan kadang perlakuannya tidak sama. Oleh karena itu, kami dari Express sangat setuju dengan penerapan skema FIFO," kata David kepada Tribunnews.com, Rabu (2/12/2015).
David juga menyesalkan pernyataan Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) kemarin yang mengatakan hak memilih konsumen untuk pelayanan taksi sama saja dilanggar jika skema FIFO diterapkan Angkasa Pura II.
Menurut David, hal itu seakan-akan tendensius dan mendorong opini supaya konsumen hanya memilih salah satu taksi saja. "Padahal setiap taksi yang beroperasi di bandara, yang memiliki stiker resmi itu disebut taksi bandara. Jadi sudah bagus itu Angkasa Pura II menerapkan FIFO di Soetta. Kami dukung penuh."
Penerapan skema FIFO, kata David, bisa menimbulkan persaingan yang sehat setiap taksi yang beroperasi di bandara saat ini.
Senada dengan David, Direktur Utama Gamya Mintarsih Abdul Latief, juga mengatakan hal yang hampir sama. Gamya dipastikan mendukung penuh penerapan skema "bebek" antrean taksi di Bandara Soetta.
Menurut Mintarsih, di satu sisi tuntutan untuk menaikkan standar pelayanan memang benar. Tapi Mintarsih mempertanyakan, jika memang Gamya selama ini masih bisa diterima oleh konsumen di bandara, artinya Gamya juga memiliki standar yang bisa diterima oleh masyarakat.
"Yang justru saya ingin soroti adalah, ada salah satu operator yang terkadang mendapatkan perlakukan khusus dari pihak bandara," katanya.
Untuk itu, Gamya, mendukung penuh Dirut PT Angkasa Pura II Budi Karya Sumadi yang ingin melakukan ujicoba penerapan skema FIFO pada 20 Desember 2015 nanti.
Seperti diketahui, jika tidak ada aral melintang, rencananya "skema bebek" untuk antrean taksi tersebut bakal diujicobakan pada akhir Desember 2015.
Budi Karya Sumadi, Direktur Utama Angkasa Pura II, mengatakan hingga saat ini belum ada penolakan dari sejumlah pengusaha taksi mengenai skema FIFO tersebut. Justru dengan FIFO akan lebih adil bagi semua perusahaan taksi. "Kenapa harus ditolak? FIFO itu common use di bandara internasional, karena tujuannya pemerataan. Di singapura saja sudah diberlakukan," katanya.
Budi juga menuturkan, sebelum menerapkan skema FIFO, Angkasa Pura II juga akan melakukan tatanan terhadap layanan taksi di Bandara Soekarno Hatta, misalnya syarat umur maksimal untuk dapat beroperasi di Soetta, standar kualitas pelayanan sopir.
Pengamat Kebijakan Publik Agus Pambagyo mengatakan masyarakat akan memilih taksi yang telah dikenal memiliki kualitas layanan baik demi kenyamanan dan keamanan mereka.
Sementara itu, sistem FIFO mengharuskan masyarakat untuk naik taksi apa pun yang datang terlebih dahulu ke area pengangkutan penumpang di bandara.
"Karena itu, FIFO tidak bisa dilakukan karena masyarakat atau penumpang di bandara punya hak memilih di mana mereka tidak bisa dipaksa naik taksi tertentu. Hak memilih itu sejalan karena taksi di Jakarta banyak yang kualitasnya jelek, karena itu mereka memilih yang bagus," jelas Agus.
Pada Oktober 2015, di Bandara Internasional Soekarno-Hatta terdapat 9 perusahaan taksi yang mengoperasikan sedikitnya 5.000 unit taksi, yang dapat mengangkut penumpang di bandara tersibuk di Indonesia itu.
Jumlah tersebut dapat berkurang atau bertambah, bergantung pembahasan dari PT Angkasa Pura II selaku pengelola bandara dan Kementerian Perhubungan.
Agus menuturkan pihak pengelola bandara tidak dapat disalahkan apabila masyarakat sebagian besar hanya memilih beberapa taksi saja dari yang ada di bandara, karena memang saat ini tidak seluruh operator memberikan pelayanan berkualitas baik. Pemerintah, katanya, harus berupaya untuk membuat taksi di Jabodetabek memiliki kualitas yang sama.
"Ditjen Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan harus bisa memberikan sanksi kepada taksi yang melanggar, menipu, atau berbuat kriminal, supaya ada perbaikan citra melalui peningkatan pelayanan," tambah Agus.
Adapun saat ini Angkasa Pura II juga secara masif melakukan pembenahan di sektor angkutan transportasi publik di Bandara Internasional Soekarno-Hatta demi peningkatan pelayanan.
Pembenahan untuk layanan taksi dapat dilihat di Terminal 1 dan 3, di mana penumpang pesawat yang baru mendarat kini dapat lebih mudah menjangkau taksi-taksi karena jalur sebelah curbside hanya diperuntukkan untuk angkutan publik saja.
Di samping itu, taksi kini juga mendapat lebih banyak ruang parkir untuk menunggu penumpang di terminal sehingga penumpang juga lebih cepat mendapatkan taksi pilihannya. Guna mempercepat pengiriman taksi ke terminal, Bandara Internasional Soekarno-Hatta kini juga memiliki pool taksi baru yang terletak di Jalan Perimeter Selatan serta di dekat Terminal 1 dan 2.
Pembenahan-pembenahan di bandara itu juga membuat tidak dibutuhkannya penerapan skema FIFO dalam pengelolaan taksi, karena alur pergerakan taksi sudah semakin lancar dan penumpang juga cepat terangkut taksi yang dipilihnya.