Buruh JICT Mogok, Ancam Perekonomian Indonesia
Rencananya para buruh JICT mogok kerja pada 12 Januari 2016 dan menggelar aksinya di Pelabuhan Tanjung Priok.
Penulis: Adiatmaputra Fajar Pratama
Editor: Sugiyarto
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktur Jenderal Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan Bobby R. Mamahit menilai rencana aksi mogok kerja Serikat Pekerja PT Jakarta International Container Terminal (SP JICT) mengganggu ekonomi negara.
Rencananya para buruh JICT mogok kerja pada 12 Januari 2016 dan menggelar aksinya di Pelabuhan Tanjung Priok.
Bobby khawatir, karena selain sebagai obyek vital, pelabuhan yang menjadi lokasi aksi SP JICT merupakan bagian dari proses distribusi barang nasional dan internasional.
"Kalau sampai mengganggu bongkar muat, dampaknya bisa sangat buruk bagi kepercayaan pelaku usaha internasional terhadap pelabuhan di Indonesia," kata Bobby, di Jakarta, Kamis (7/1/2016).
Aksi mogok yang pernah dilakukan SP JICT sebelumnya terbukti sudah sangat merugikan pelaku usaha.
Bahkan, banyak shipping lines yang protes ke Kementerian Luar Negeri akibat kejadian tersebut.
"Mereka kecewa terhadap penurunan kinerja yang terjadi akibat aksi mogok SP JICT, dan mendesak pemerintah bersikap tegas atas aksi mogok agar kelancaran pelayanan bongkar muat terjamin," ujar boby.
Pemerintah, lanjut Bobby, juga menyayangkan sikap SP JICT yang terus memaksakan kehendak golongan tertentu, dan sampai merugikan kepentingan umum serta menggangu aktivitas ekonomi Indonesia.
"Tindakan SP JICT ini bukan cuma merugikan perusahaan tempat mereka bekerja, namun juga merugikan kepentingan nasional," kata dia.
Jika aksi mogok kerja terjadi, diperkirakan JICT harus menanggung kerugian hingga belasan miliar rupiah, dan bahkan bisa mencapai sekitar Rp25 miliar dalam sehari.
Kerugian ini merupakan rugi operasional dan klaim shipping line atas gangguan pelayanan bongkar muat kontainer.
Rencana mogok kerja SP JICT pada 12 Januari mendatang akan menjadi aksi yang kedua kalinya.
Sebelumnya, aksi serupa pernah mereka lakukan pada 28 Juli 2015, dengan mematikan alat dan listrik di JICT.
Aksi mogok dengan mematikan alat dan listrik ini dinilai sebagai ancaman serius dan sistematis.