Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Bisnis

Asosiasi Industri Rokok Menolak RUU Pertembakauan

RUU Pertembakauan yang tengah dibahas di DPR saat ini dinilai oleh beberapa pihak bakal mengancam industri rokok.

Editor: Sanusi
zoom-in Asosiasi Industri Rokok Menolak RUU Pertembakauan
TRIBUN/HAYU YUDHA PRABOWO
Martam (63), petani tembakau melakukan perawatan tanaman tembakau Kalituri berusia empat bulan di Desa Ngebruk, Kecamatan Sumberpucung, Kabupaten Malang, Jawa Timur, Rabu (9/9/2015). Harga tembakau kering di kawasan ini meningkat dari Rp 50.000 per kilogram menjadi Rp 60.000 per kilogram. SURYA/HAYU YUDHA PRABOWO 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Rancangan Undang-Undang (RUU) Pertembakauan yang tengah dibahas di DPR saat ini dinilai oleh beberapa pihak bakal mengancam industri rokok.

Adanya rencana pembatasan impor, penetapan bea masuk tembakau impor sebesar 60 persen, dan pengenaan cukai tiga kali lipat bagi rokok yang menggunakan tembakau impor dinilai akan mematikan industri.

Ketua Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (Gappri), Ismanu Soemiran, mengungkapkan bahwa petani dalam negeri baru mampu memenuhi kurang dari 50 persen dari total kebutuhan industri rokok. Untuk itu, rencana DPR melalui RUU Pertembakauan yang membatasi tembakau impor maksimal hanya 20 persen dari total kebutuhan dan pengenaan bea masuk tembakau impor yang sangat tinggi akan sangat menyulitkan industri.

“Terlebih lagi jika wacana pengenaan cukai tiga kali lipat bagi rokok yang menggunakan tembakau impor diterapkan, maka salah satu dampaknya adalah kenaikan harga rokok yang luar biasa di Indonesia,” imbuhnya, Rabu (3/2/2016).

Hal ini tentunya akan berimbas pada penurunan daya beli masyarakat terhadap produk hasil tembakau. Alhasil produksi dalam negeri akan mengalami penurunan dikarenakan adanya penurunan daya beli dan juga akibat dari kurangnya pasokan tembakau.

Padahal menurut Ismanu, pemerintah harusnya melindungi industri rokok karena industri ini menyumbang pendapatan cukai paling tinggi dan menyerap jutaan tenaga kerja.

Senada dengan Gappri, Ketua Gabungan Produsen Rokok Putih Indonesia (Gaprindo), Muhaimin Moeftie, meminta pemerintah untuk memperhatikan beberapa poin dalam membahas RUU Pertembakauan.

Wacana pembatasan impor tembakau merupakan salah satu hal yang perlu diperhatikan.

"Produksi rokok saat ini sudah lebih dari 300 miliar batang, jadi lebih dari 300 ribu ton tembakau per tahun yang dibutuhkan, sedangkan produksi tembakau dalam negeri masih kurang dari 200 ribu ton per tahun. Jadi jika pemerintah ingin membatasi penggunaan tembakau impor, maka dibutuhkan masa transisi yang cukup lama, dan upaya yang konkret dalam meningkatkan produktivitas tembakau nasional," ujarnya.

Menurutnya selama masa transisi tersebut kerja keras pemerintah sangat diperlukan untuk memastikan pasokan dalam negeri dapat mencukupi kebutuhan industri. Selain dari segi kuantitas, Moeftie juga menyoroti masalah kualitas dari jenis tembakau yang ada di dalam negeri.

"Pembuatan rokok tidak hanya menggunakan satu jenis tembakau, ada beberapa jenis yang digunakan. Nah, beberapa jenis tembakau tersebut tidak bisa ditanam secara optimal di indonesia," jelasnya.

Rencana pengenaan cukai tiga kali lipat bagi rokok yang menggunakan tembakau impor juga dinilainya kurang tepat. Karena hal ini dapat membunuh industri. "Perlu diketahui, hampir seluruh pelaku industri menggunakan tembakau impor, baik pabrik kecil maupun yang besar," papar Moeftie.

Ia mengkhawatirkan, jika peraturan-peraturan ini dilaksanakan maka industri, terutama industri kecil dapat terkena imbasnya.

Berita Rekomendasi
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas