Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Bisnis

Cukai Tembakau, Masihkah Menjadi Andalan?

Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan mencatat ada penurunan penerimaan bea cukai

Editor: Sanusi
zoom-in Cukai Tembakau, Masihkah Menjadi Andalan?
ist
ilustrasi 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan mencatat ada penurunan penerimaan bea cukai di periode Januari-Februari 2016.

Penurunannya mencapai 64 persen, dari nilai tahun lalu sebesar Rp 22,5 tiriliun menjadi hanya Rp 8,1 triliun di tahun ini. Anjloknya penerimaan bea cukai utamanya disebabkan oleh turunnya penerimaan cukai yang mayoritas berasal dari cukai hasil tembakau. Realisasi penerimaan cukai turun dari Rp 17,3 triliun menjadi hanya Rp 2,3 triliun.

Direktur Jenderal Bea dan Cukai, Heru Pambudi, menjelaskan bahwa kenaikan tarif cukai produk tembakau yang berlaku efektif 2016 berpengaruh pada penerimaan. Kenaikan tarif ini mendorong pabrikan memusatkan pemesanan pita cukai di akhir 2015.

Pemberlakuan Peraturan Menteri Keuangan No.20/PMK.04/2015 mengenai Penundaan Pembayaran Cukai Hasil Tembakau juga ikut andil. Aturan ini mengharuskan seluruh pita cukai yang dipesan pada 2015 dilunasi paling lambat 31 Desember 2015, sehingga pembayaran yang seharusnya masuk pada Januari-Februari 2016 sudah dibukukan pada Desember tahun lalu.

Dalam tiga tahun terakhir, volume industri hasil tembakau tidak mengalami pertumbuhan berarti. Menurut data Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, volume produksi rokok hanya naik kurang dari satu persen menjadi 348 miliar batang pada 2015.

"Belum bisa diprediksi apakah kinerja industri akan mengalami perbaikan pada 2016 ini. Industri masih berusaha menyesuaikan dengan pemberlakuan kenaikan tarif cukai dan kenaikan tarif PPN Hasil Tembakau,” ungkap Ketua Gabungan Produsen Rokok Putih Indonesia (GAPRINDO), Muhaimin Moefti, Senin (7/3/2016).

Moefti melanjutkan, pada 2015, penerimaan cukai hasil tembakau berhasil mencapai Rp 139,5 triliun, setara dengan 9,4 persen realisasi penerimaan negara.

Berita Rekomendasi

“Saat ini rokok menyumbang 96 persen dari pendapatan cukai, penting sekali untuk tidak terus menerus membebani IHT dengan berbagai pungutan lain, termasuk jangan ada kenaikan cukai di tengah tahun dengan alasan tidak terpenuhinya target cukai.” lanjutnya.

Senada dengan GAPRINDO, Ketua Gabungan Pengusaha Rokok (GAPERO) Jawa Timur Sulami Bahar meminta agar Pemerintah tidak lagi membebani industri tembakau dengan pajak dan cukai tinggi, lebih baik Pemerintah membuat grand design bagaimana melindungi pabrik rokok dari ancaman gulung tikar.

“Kenaikan cukai yang semakin tinggi sudah pasti akan berimbas pada PHK yang lebih besar. Sangat ironis, industri rokok yang sudah berkontribusi besar justru diperlakukan seperti ini, ”tegas Sulami.

Kinerja industri hasil tembakau sendiri terkait erat dengan sektor industri lain sebagai pemasok bahan baku. Saat ini industri rokok nasional merupakan penyerap utama hasil pertanian tembakau dan cengkeh di Indonesia.

Menurut Sekretaris Jenderal Asosiasi Petani Cengkeh Indonesia (APCI) I Ketut Budiman, dengan menurunnya penerimaan cukai, itu berarti ada beban yang tengah ditanggung oleh produsen rokok. Dengan kenaikan cukai yang tinggi, pabrik rokok akan melakukan efisiensi.

“Tentu ini akan mengorbankan industri dari hulu hingga hilir,” jelasnya ketika dihubungi wartawan.

Budiman mengaku, industri cengkeh di Indonesia sangat bergantung pada industri rokok. Pasalnya, hasil produksi cengkeh sebanyak 93 persen diperuntukan untuk industri rokok. “Jika produksi rokok terganggu, tentu kami pun akan terganggu,” jelasnya.

Budiman melanjutkan, kelangsungan industri rokok sangat penting dan perlu dipertahankan karena langsung berdampak pada petani-petani cengkeh.

Industri yang produktif seperti ini seharusnya dilindungi dan dibina, dari hulu sampai hilir, jangan terus-menerus dibebani dengan kebijakan yang mencekik, seperti terus menerus menaikkan besaran cukai.

“Panen raya baru-baru ini bagus, jangan sampai tidak terserap,” ujarnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas