Kereta Cepat Lahirkan Sejarah Kontroversi Perizinan
Menteri Perhubungan Ignasius Jonan memaparkan perusahaan patungan antara lokal dengan asing biasa menggunakan skema Bisnis to Bisnis.
Penulis: Adiatmaputra Fajar Pratama
Editor: Fajar Anjungroso
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Proses izin konsesi Kereta Cepat Jakarta Bandung (KCIC) melahirkan kontroversi baru dalam sejarah birokrasi.
Pasalnya pemerintah untuk pertama kalinya memberikan izin kepada perusahaan patungan BUMN dan Tiongkok.
Menteri Perhubungan Ignasius Jonan memaparkan perusahaan patungan antara lokal dengan asing biasa menggunakan skema Bisnis to Bisnis.
Namun hal ini pengecualian bagi proyek besar seperti Kereta Cepat tersebut.
"Baru pertama kali pemerintah memberikan konsesi kepada perusahaan patungan dengan asing," ujar Jonan usai penandatanganan konsesi di kantor Kementerian Perhubungan, Rabu malam (16/3/2016).
Hal tersebut diungkapkannya usai menjadi saksi penandatanganan perjanjian konsesi kereta cepat Jakarta-Bandung yang ditandatangani oleh Dirjen Perkeretaapian Hermanto Dwiatmoko dengan Direktur Utama KCIC Hanggoro Budi Wiryawan.
"Ini kan baru pertama kali pemerintah memberikan konsesi kepada perusahaan patungan asing, Indonesia-Cina," kata Jonan, Rabu (16/3/2016).
Walaupun sudah mengantongi izin konsesi, Jonan mengingatkan masih banyak urusan birokrasi yang harus dikerjakan cepat oleh KCIC.
Dalam hal ini izin pembangunan dan penguasaan atas lahan yang dibutuhkan cepat.
"Karena izin pembangunan itu kalau tidak bisa dikuasai maka tidak dibangun," kata Jonan.
Jonan mengingatkan kepada Sahala Lumbangaol sebagai Komisaris KCIC agar membantu direksinya mempercepat pekerjaan.
Apalagi target penyelesaian pembangunan Kereta Cepat pada 2019.
"Jadi tolong komisaris bisa dibantu supaya bisa cepat," papar Jonan.
Pada pelaksanaannya Kereta Cepat Jakarta-Bandung akan melewati ruas Halim-Karawang-Walini-Tegal Luar. Kereta yang memiliki panjang 142,3 km (km) investasinya mencapai 5,135 juta dollar AS.