Sudah Layakkah Iuran BPJS Kesehatan Naik?
Partai Gerindra menolak keras keputusan pemerintah tersebut karena kenaikan iuran tersebut jelas akan membebankan masyarakat.
Penulis: Seno Tri Sulistiyono
Editor: Dewi Agustina
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Seno Tri Sulistiyono
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Dorongan agar ditundanya kenaikan iuran BPJS Kesehatan pada 1 April 2016, terus disuarakan dari berbagai pihak.
Partai Gerindra menolak keras keputusan pemerintah tersebut karena kenaikan iuran tersebut jelas akan membebankan masyarakat.
Terlebih hal ini tidak selaras dengan fasilitas pelayanan kesehatan yang didapat oleh masyarakat peserta BPJS Kesehatan selama ini.
"Gerindra menolak keras kenaikan iuran BPJS Kesehatan di tengah pemberian fasilitas pelayanan yang masih buruk kepada masyarakat saat ini," tegas Ketua Harian DPP Partai Gerindra, Moekhlas Sidik.
Moekhlas menjelaskan, kenaikan iuran ini sebetulnya menandakan bahwa tujuan utama pemerintah saat ini bukan untuk meningkatkan pelayanan kesehatan masyarakat sesuai dengan ruh-nya saat BPJS dibuat.
"Tetapi, ini menunjukan bahwa pemerintah hanya ingin mengambil keuntungan saja dari masyarakat yang ingin mendapatkan pelayaanan kesehatan," kata Moekhlas.
Anggota Komisi IX DPR RI dari Fraksi Partai Gerindra, Roberth Rouw menegaskan, dalam rapat antara Komisi IX DPR dengan Menteri Kesehatan, pihak BPJS Kesehatan, dan Pihak Kementrian Keuangan pada Rabu 16 Maret 2016, pemerintah beralasan bahwa kenaikan Iuran BPJS Kesehatan salah satunya untuk memberikan imbalan yang setimpal kepada pihak Rumah Sakit selama ini.
"Seharusnya, pemerintah menata terlebih dahulu proses pelaksanaan pelayanan kesehatan yang selama ini masih berantakan dalam pelaksanaan BPJS Kesehatan. Bila sudah baik dan dirasakan masyarakat baru lah kita bicarakan kenaikan iurannya, pasti bisa menerima itu," ungkap Roberth.
Karena itu dalam rapat tersebut, Roberth menegaskan bahwa Partai Gerindra menolak keras Peraturan Presiden Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan terutama pasal 16F tentang kenaikan iuran peserta.
Apalagi saat ini Panja BPJS Kesehatan yang dibentuk oleh Komisi IX DPR RI masih berjalan dalam mengaudit kinerja pelaksanaan BPJS Kesehatan selama ini.
"Kami dari Fraksi Partai Gerindra menolak keras kenaikan iuran BPJS, kalau ini tidak ditunda sebelum panja BPJS kesehatan selesai maka kami menolak membahas anggaran bersama Kemenkes," ujar Roberth.
Institute for Development of Economics and Finance (Indef) menyayangkan langkah pemerintah dalam menaikkan iuran BPJS Kesehatan mulai 1 April 2016, di tengah lesunya daya beli masyarakat.
Pengamat Ekonomi dari Indef Eko Listiyanto mengatakan, saat ini situasi perekonomian dalam negeri dan global sedang mengalami perlambatan yang berujung pada semakin melemahnya daya beli masyarakat.
"Maka kebijakan kenaikan iuran BPJS Kesehatan ini momentumnya tidak tepat," ujar Eko.
Eko pun melihat, pelayanan BPJS Kesehatan yang diberikan kepada pesertanya juga belum ideal, dimana masih banyak persoalan seperti antrean yang panjang sampai dengan kasus-kasus penolakan pasien di rumah sakit.
"Karena sudah diputuskan naik, maka layanan pasien BPJS Kesehatan harus ditingkatkan jadi dampaknya harus terasa oleh pasien. Sehingga tidak ada lagi antrean, penolakan pasien dan lain-lainnya," tutur Eko.
Dalam sebulan, Issa harus membayar iuran BPJS Kesehatan kelas I sebesar Rp 238 ribu untuk empat anggota keluarganya.
Jika iurannya menjadi naik sebesar Rp 80 ribu per orang, maka ia perlu merogoh koceknya lebih dalam menjadi Rp 320 ribu per bulan.
"Ya terasa juga naiknya, tapi intinya boleh naik asalkan di rumah sakit enggak ribet saat harus menggunakan kartu BPJS Kesehatan," ucapnya.
Issa Almawadi warga Depok, Jawa Barat, yang pekerjaannya berwiraswasta tidak mempersoalkan kenaikan iuran BPJS Kesehatan asalkan diimbangi dengan perbaikan pelayanan yang tidak merepotkan. Misalnya dengan menghilangkan proses rujukan dari faskes pertama.
"Jadi pemerintah harus bikin aturan baru, kalau rumah sakit wajib menerima pasien BPJS Kesehatan tanpa rujukan. Jadi kenaikan iuran bukan sekadar menaikkan saja tanpa ada yang dirasakan lebih oleh warga," ujar Issa.
Kenaikan iuran BPJS Kesehatan peserta mandiri atau pekerja bukan penerima upah mulai 1 April 2016, tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan. Perpres itu diundang-undangkan pada 1 Maret lalu.
Dengan terbitnya Perpres itu, besaran iuran kelas I yang semula Rp 59.500 menjadi Rp 80 ribu. Iuran kelas II yang semula Rp 42.500 naik menjadi Rp 51 ribu. Sedangkan iuran kelas III yang semula Rp 25.500 menjadi Rp 30 ribu.