Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Bisnis

Dua Perusahaan Ini Bisa Kena Dampak dari Ruginya Bakrie Telecom

Bakrie Telecom mengalami kesulitan keuangan dengan memposting nilai kerugian hingga Rp 3,65 triliun di kuartal III 2015

Editor: Sanusi
zoom-in Dua Perusahaan Ini Bisa Kena Dampak dari Ruginya Bakrie Telecom
Bakrie Telecom 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Emiten telekomunikasi PT Bakrie Telecom Tbk (BTEL) mengalami kesulitan keuangan dengan memposting nilai kerugian hingga Rp 3,65 triliun di kuartal III 2015.

Akibatnya, perseroan terpaksa menjelma menjadi pemain aplikasi Esia Talk. Perseroan melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) karena ingin fokus bermain di aplikasi.

Kabarnya, perseroan hanya mempertahankan 50 karyawannya dari semula sekitar 500 karyawannya untuk menjalankan Esia Talk. Sayangnya, proses PHK yang berjalan mulus dinodai dengan kasus pembayaran pesangon yang belum tuntas.

Banjir keluhan korban PHK Bakrie Telecom memadati akun Facebook dan Twitter pribadi milik Komisaris Utama Bakrie Telecom, Anindya Bakrie. Di Twitter, keluhan eks karyawan perseroan ini menggunakan tagar #bakrietelecom.

Mereka menagih janji pembayaran cicilan pesangon yang belum dibayarkan. Sementara Anindya tidak menjawab satupun keluhan mantan karyawannya tersebut di semua media sosialnya.

Belum beresnya urusan pesangon disebabkan belum kelarnya proses restrukturisasi keuangan.

Berdasarkan paparan kinerja perseroan di kuartal III 2015, pemicu utama dari kerugian pemilik merek dagang Esia ini adalah beban perusahaan, rugi dari selisih kurs, ditambah dengan turunnya pendapatan.

Berita Rekomendasi

Di luar polemik pembayaran pesangon tersebut, kerugian Bakrie Telecom juga berdampak pada setidaknya dua perusahaan yang menjadi mitra perusahaan keluarga Bakrie ini.

Smartfren

Pertama, pada mitra penyedia jaringan yakni PT Smartfren Telecom Tbk (FREN). Sekadar informasi, pasca frekuensi 850 Mega Hertz (MHz) dikembalikan ke pemerintah, alokasi frekuensi diberikan ke Smartfren oleh negara.

Setelah itu, Bakrie Telecom menyewa kapasitas jaringan ke Smartfren Telecom dengan biaya sewa sebesar Rp 30 miliar per bulan untuk jangka waktu sewa tiga tahun. Sewa tersebut juga dapat diperpanjang berdasarkan kesepakatan bersama.

Bakrie Telecom juga memiliki sekitar 6% saham Smartfren Telecom sebagai bagian dari konsekuensi kedua operator bersinergi menggelar layanan 4G berbasis Frequency Division Duplexing Long Term Evolution (FDD-LTE) di 800 MHz.

Namun, Presiden Direktur Smartfren Telecom Merza Fachys, enggan berkomentar mengenai estimasi kerugian perusahannya terkait perjanjian sewa kapasitas jaringan dengan Bakrie Telecom.

"Hubungan kami biasa saja. Business is business. Kami tidak mau terlibat mengomentari hubungan antara karyawan dengan employernya. Sebaiknya (perjanjian sewa) jangan dikaitkan dengan urusan internal mereka," papar Merza ketika dikonfirmasi oleh Kompas.com, Jumat (18/3/2016).

Dia juga enggan mengomentari terkait arus pembayaran dari Bakrie Telecom. Dia mengaku belum melihat secara detil.

"Saya harus cek dulu ke keuangan. Tetapi kalau layanannya masih jalan, artinya bayar sewa masih aman itu," tambah dia.

Solusi Tunas Pratama

Kedua, pada mitra penyedia menara telekomunikasi, yakni PT Solusi Tunas Pratama Tbk (SUPR).

Sebelumnya, analisis lembaga pemeringkat Fitch Ratings mengkaji bagaimana kinerja keuangan dari emiten menara tersebut sejak 2014 dipengaruhi oleh Bakrie Telecom yang tidak membayar sewa menaranya.

Sebab hingga akhir September 2014, Bakrie Telecom berkontribusi terhadap 15 persen dari pendapatan Solusi Tunas Pratama year-to-date dan memiliki utang kepada emiten tersebut sekitar Rp 489 miliar.

Sementara emiten menara telekomunikasi lain, PT Tower Bersama Infrastructure Tbk (TBIG) dan PT Protelindo, anak usaha PT Sarana Menara Nusantara Tbk (TOWR), memiliki eskposur lebih rendah terhadap Bakrie Telecom. masing-masing 3 persen dan 4 persen dari pendapatan.

Per Desember 2014, kreditur dari Bakrie Telecom menyetujui rencana restrukturisasi yang mengizinkan 70 persen dari utang untuk dikonversi menjadi saham Bakrie Telecom. Sementara sisanya, 30 persen untuk dibayarkan selama periode lima sampai tujuh tahun.

Sementara analisa keuangan dari Fitch mengasumsikan tidak ada kas yang diperoleh dari Bakrie Telecom.

Esia Talk

Bagaimana nasib Bakrie Telecom kedepan masih belum jelas terlihat. Namun yang pasti, saat ini perseroan fokus menggenjot aplikasi perpesanan Esia Talk sebagai mesin pendapatan di era data.

EsiaTalk merupakan aplikasi untuk melakukan dan menerima pangilan suara dan pesan. Aplikasi yang dirilis di kuartal III 2015 telah memiliki lebih dari 200.000 pengguna aktif.

Untuk mendorong kinerjanya, Bakrie Telecom juga menambah anggota direksi baru yaitu Taufan Eko Nugroho Rotorasiko sebagai Wakil Direktur Utama. Pengalaman Taufan di beberapa perusahaan teknologi multi nasional dipandang akan membawa angin segar bagi perseroan.(Kompas.com/Aprillia Ika)

Sumber: Kompas.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas