Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Bisnis

Moratorium Kebun Sawit Baru, Perlu Atau Tidak?

Gapki berargumen, sawit merupakan sektor strategis yang menyumbang hasil ekspor senilai US$ 19 miliar pada 2015.

Editor: Choirul Arifin
zoom-in Moratorium Kebun Sawit Baru, Perlu Atau Tidak?
PALM OIL PLEDGE
Indonesia saat ini menjadi produsen minyak sawit terbesar di dunia dan memberikan 6 juta lapangan kerja. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA- Keputusan Presiden Joko Widodo (Jokowi) menerapkan moratorium atau penghentian sementara izin pembukaan lahan baru perkebunan kelapa sawit menuai pro dan kontra di kalangan pengusaha kelapa sawit di Indonesia.

Ada kalangan yang secara terbuka mendukung ide tersebut. Ada pula yang meminta pemerintah mengkaji lebih matang aturan ini.

Juru Bicara Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Tofan Mahdi meminta pemerintah menjelaskan lebih detail mengenai rencana moratorium tersebut.

Gapki juga akan meminta penjelasan rencana tersebut dari Kementerian Pertanian (Kemtan) dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).

Gapki menilai, kelapa sawit merupakan sektor strategis yang menyumbang hasil ekspor senilai US$ 19 miliar pada  2015. Nilai ini jauh lebih tinggi dari devisa ekspor migas yang sekitar US$ 12 miliar.

"Indonesia adalah produsen  minyak sawit terbesar di dunia dan menyerap tenaga kerja hingga 6 juta jiwa," tandas Tofan, akhir pekan lalu.

Dia menyatakan, sektor kelapa sawit juga mendorong pengembangan wilayah di daerah pinggiran. Presiden Joko Widodo  juga pernah menyatakan perkebunan sawit adalah sektor strategis  nasional dan harus terus dipertahankan.

Berita Rekomendasi

Direktur Eksekutif Indonesian Palm Oil Pledge (IPOP) Nurdiana Darus mendukung rencana moratorium tersebut.

Dia menilai, rencana itu sejalan dengan  misi IPOP, yakni menjadikan produktivitas kelapa sawit sebagai kunci pembangunan kelapa sawit Indonesia yang berkelanjutan.

"Kami telah merancang program dan aksi nyata untuk menyelesaikan akar permasalahan ini," ujar Nurdiana.

Dia menyatakan, solusi program tersebut adalah memetakan kelompok pemangku kepentingan di industri sawit. Waktu pelaksanaannya juga harus ditetapkan untuk mengidentifikasi dan memahami akar permasalahan yang dialami petani sawit.

Langkah ini akan menentukan kesuksesan pengembangan industri kelapa sawit yang berkelanjutan. Cara itu juga berguna untuk mengatasi aspek legal dan teknis, serta implementasinya di lapangan.

Berdayakan Petani

John Hartmann, Chief Executive Officer (CEO) Cargill Tropical Palm, menyatakan,  menghadapi moratorium pembukaan lahan kelapa sawit, pemberdayaan petani harus dilakukan.

Menurutnya, petani merupakan bagian penting dalam pemenuhan produk kelapa sawit berkelanjutan di pasar global.

Hartmann menyatakan, praktik berkelanjutan telah menciptakan dampak nyata terhadap petani plasma dan swadaya yang didampingi Cargill.

"Praktik ini terbukti telah menaikkan pendapatan, memungkinkan operasional yang lebih efisien, tepat guna, dan menghasilkan panen yang lebih tinggi," ujarnya.

Anita Neville, Vice President Corporate Communications and External Affairs, Golden Agri-Resources menyatakan, pihaknya menyambut baik agenda moratorium kebun kelapa sawit tersebut. 

Dia menandaskan, Golden Agri akan mendukung inisiatif pemerintah tersebut.

Maklum, moratorium ini merupakan sinyal perbaikan industri kelapa sawit di Indonesia. Upaya ini juga indikator memperkuat pengelolaan sektor pertanian berkelanjutan, termasuk dukungan bagi Badan Restorasi Gambut.

Director of CSR and Sustainable Development Musim Mas Holdings juga mendukung agenda moratorium kebun kelapa sawit.

Dia menilai, moratorium lahan sawit menjadi langkah awal mensinergikan aneka program pemberdayaan petani sawit yang digalang sejumlah pihak.

Reporter: Noverius Laoli

Sumber: Kontan
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas