Akselerasi Program 35.000 MW, Airlangga Usulkan Pembangkit Listrik Terapung
Ia mengemukakan ada sejumlah alternatif terobosan dalam rangka akselerasi penyelesaian program tersebut.
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketersediaan listrik merupakan salah satu permasalahan utama yang dihadapi Indonesia hingga saat ini. Masih terdapat sejumlah daerah yang mengalami krisis listrik akibat tidak cukupnya pasokan. Bahkan sebagian masyarakat yang bermukim di daerah-daerah kepulauan dan daerah terpencil sama sekali belum memiliki akses listrik. Dengan rasio elektrifikasi sebesar 88 persen, setidaknya, masih ada sekitar 8 juta rumah tangga belum memiliki akses terhadap listrik.
Dalam rangka mengatasi keterbatasan pasokan tersebut, pemerintahan Presiden Jokowi dan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) telah mencanangkan program 35.000 MW dalam lima tahun, sejak 2015 hingga 2019. Program tersebut menjadi salah satu program prioritas Pemerintah. Tidak saja dalam rangka pemenuhan kebutuhan listrik masyarakat, tetapi juga dalam rangka menopang pembangunan sektor industri dan pertumbuhan ekonomi.
Anggota Komisi XI DPR Airlangga Hartarto mendukung penuh program tersebut. Ia mengemukakan ada sejumlah alternatif terobosan dalam rangka akselerasi penyelesaian program tersebut. Salah satunya adalah melalui pemberian kesempatan bagi perusahaan-perusahaan di sektor pertambangan batubara – pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) – untuk berpartisipasi di sektor usaha pembangkit listrik.
"Melalui kebijakan ini, akan ada tambahan investasi baru dari perusahaan-perusahaan pertambangan batubara. Prospek investasinya lebih jelas, karena perusahaannya sudah ada dan sudah beroperasi di Indonesia. Kebijakan tersebut menjadi bagian dari upaya hilirisasi di sektor pertambangan batubara melalui proses nilai tambah dan optimalisasi pemanfaatan batubara untuk keperluan di dalam negeri," kata Airlangga di Jakarta, Senin (2/5/2016).
Mantan Ketua Persatuan Insinyir Indonesia (PPI) ini menjelaskan sejumlah insentif bisa ditawarkan untuk menarik minat perusahaan-perusahaan pertambangan batubara agar ikut berpartisipasi. Misalnya, fasilitas perpajakan berupa tax holiday atau pengurangan atau pembebasan PPN atas importasi barang modal. Kemudian fasilitas pengurangan royalty. Khusus untuk kebijakan pengurangan royalty, Pemerintah perlu melakukan perubahan PP No.9 Tahun 2012 tentang Jenis dan Tarif Atas Jenis PNBP yang Berlaku Pada Kementerian ESDM.
Airlangga yang akan mencalonkan diri sebagai Ketua Umum Partai Golkar ini menjelaskan paket kebijakan lainnya yang juga bisa ditempuh untuk percepatan program 35.000 MW adalah melalui pembangunan pembangkit listrik terapung. Kebijakan itu bisa dijadikan sebagai pelengkap dari program yang sudah dicanangkan. Sekalipun sifatnya sebagai pelengkap, namun sebenarnya sangat strategis dalam rangka peningkatan kandungan lokal dan pengembangan kapasitas industri dalam negeri, misalnya melalui kerjasama dengan PT PAL Indonesia.
"Di masa mendatang Indonesia tidak perlu lagi menyewa dari negara lain, sebagaimana yang dilakukan saat ini," ujar mantan Ketua Komisi VI DPR ini.
Menurutnya, pembangkit listrik terapung pada dasarnya dibutuhkan oleh negara seperti Indonesia, yang merupakan negara maritim, khususnya bagi penyediaan listrik di daerah-daerah kepulauan dan terpencil. Hingga saat ini, masyarakat di wilayah-wilayah tersebut masih mengeluhkan keterbatasan pasokan listrik. Bahkan ada yang sama sekali belum memiliki akses listrik. Sehingga kebijakan ini sangat penting bagi upaya pemerataan penyediaan listrik, sekaligus mewujudkan pembangunan yang lebih berkeadilan, terutama bagi masyarakat yang menghuni wilayah-wilayah pinggiran.
Selain itu, lanjut Airlangga, pembangkit listrik terapung juga bisa difungsikan sebagai back-up untuk sistem ketenagalistrikan yang sudah ada. Pembangkit itu bisa menjadi bagian dari upaya peningkatan keandalan sistem ketenagalistrikan. Sehingga ketika terjadi masalah gangguan pasokan listrik, seperti yang saat ini menimpa pulau Nias, di masa mendatang bisa diatasi lebih cepat.