PLN Kunci Keberhasilan 35.000 MW
Program 35.000 MW dinilai sulit direalisasikan tepat waktu.
Editor: Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Program 35.000 MW dinilai sulit direalisasikan tepat waktu.
Agar program tersebut bisa selesai sesuai jadwal yang direncanakan (2015-2019), diperlukan kesungguhan seluruh pemangku kepentingan, terutama PT Perusahaan Listrik Negara (Persero).
"Dari aspek teknis dan bisnis target tersebut relatif sulit untuk direalisasikan dalam kurun waktu yang ditetapkan. Untuk itulah sebagai pelaksana program 35.000 MW, PLN menjadi faktor kunci yang akan menentukan keberhasilan (tepat waktu atau tidak) dari pelaksanaan program tersebut," kata Direktur Eksekutif ReforMiner Institute Komaidi Notonegoro dalam siaran persnya di Jakarta, Selasa (24/5/2016).
Terkait kesungguhan PLN, ReforMiner antara lain menyoroti pembatalan lelang proyek PLTU Jawa 5 yang rencananya dibangun di Serang dengan kapasitas sebesar 2.000 MW oleh PLN. Proyek tersebut merupakan bagian dari program 35.000 MW.
Menurut Komaidi, pembatalan tersebut akan menjadi preseden yang kurang baik bagi keberlanjutan pelaksanaan program raksasa itu.
Selain itu, PLN telah melakukan perubahan konsep lelang secara sepihak dalam proyek Pembangkit Listrik Tenaga Gas Uap (PLTGU) Jawa 1, yang juga merupakan bagian dari megaproyek 35.000 MW. Jika dalam konsep semula, PLN melelang secara integrasi antara electricity solution dan gas solution, sekarang PLN memisahkan penyediaan gasnya.
"Pembatalan proses lelang yang sedang berjalan atau bahkan telah diputuskan, akan memunculkan keraguan para investor, baik yang akan masuk maupun yang telah telah terlibat dalam program tersebut," kata Komaidi.
Tidak hanya pembatalan dan perubahan aturan main dalam lelang proyek.
Molornya waktu penyusunan Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2016-2025 oleh PLN, juga berdampak terhadap pelaksanaan program 35.000 MW. Hal itu, kata Komaidi, karena RUPTL merupakan basis dari pengembangan kelistrikan nasional, termasuk program 35.000 MW.
"Permasalahan penyusunan RUPTL tersebut juga mencerminkan adanya permasalahan antara pemerintah dengan PLN selaku pelaksana program," jelas Komaidi.
Secara keseluruhan ReforMiner menilai, sejak awal, program 35.000 MW memang tidak dapat diselesaikan dengan cara yang biasa-biasa.
Itu sebabnya, selain harus bersungguh-sungguh, PLN juga tidak dapat bertindak hanya dalam perspektif korporasi. Tetapi juga, lanjutnya, perlu bertindak sebagai kepanjangan tangan pemerintah (negara).
Sampai saat ini, pelaksanaan program 35.000 MW memang masih jauh dari harapan. Komaidi menggambarkan, untuk status proyek 35.000 MW yang sudah COD/SLO baru sebesar 3 MW. Artinya, baru sekitar 0,01 persen dari keseluruhan program.
"Sekitar 41 persen program saat ini dalam posisi financial close dan konstruksi, 22 persen dalam proses pengadaan, dan 37 persenn dalam proses perencanaan," tambah dia.
Sedangkan dari keseluruhan program 35.000 MW saat ini baru sebesar14.436 MW proyek yang terkontrak yang terdistribusi atas 2.815 MW dikerjakan PLN dan 11.621 MW dikerjakan IPP.
"Sementara sebesar 21.105 MW dari program tersebut sampai saat ini belum terkontrak," pungkasnya.