Harga Jual Gas Masih Mahal Karena Ada Komponen Impor
“Padahal, tidak bersaingnya industri dalam negeri bukan semata-mata karena harga gas"
Penulis: Adiatmaputra Fajar Pratama
Editor: Choirul Arifin
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah melalui instruksi Presiden Joko Widodo ingin menurunkan harga gas industri di bawah 6 dollar AS per MMBTU. Hal tersebut untuk mendorong penggunaan gas bumi lebih banyak di dalam negeri.
Direktur Eksekutif ReforMiner Institute, Komaidi Notonegoro, menilai penurunan gas dilakukan secara hati-hati dan proporsional.
Menurut Komaidi kebijakan itu harus mempertimbangkan kedua belah pihak antara pengguna gas dan produsen gas, juga mempertimbangkan alasan penurunan tersebut
“Padahal, tidak bersaingnya industri dalam negeri bukan semata-mata karena harga gas," ujar Komaidi, di seminar “Penurunan Harga Gas Industri untuk Memacu Pertumbuhan Ekonomi Nasional”, Jakarta, Kamis (6/10/2016).
Komaidi pun menyebut harga gas industri mahal akibat komponen impor. Karena hal itu saat dibeli pelaku usaha, harganya melambung tinggi.
"Ketergantungan industri nasional terhadap komponen impor juga menjadi penyebab utama," ungkap Komaidi.
Dari data yang ada, lanjut Komaidi, menunjukkan bahwa sektor industri Indonesia cukup tergantung dengan komponen impor.
Hal itu salah satunya tercermin dari porsi impor bahan penolong dan barang modal terhadap total impor mencapai tidak kurang dari 90 persen.
Menurut Komaidi pemerintah perlu melakukan kalkulasi bagimana tingkat sensitivitas industri nasional terhadap harga gas dan komponen impor (stabilitas nilai tukar rupiah).
Karena ingginya tingkat ketergantungan terhadap komponen impor, pemerintah harus mengganti dengan produk dalam negeri.
“Sehingga kebijakan hilirisas menjadi prioritas utama dalam upaya meningkatkan daya saing industri nasional sebelum harga gas itu naik sendiri,” kata Komaidi.