Harga Minyak Dunia Masih Tertekan
Pembicaraan diantara Rusia dan organisasi negara-negara eksportir minyak (OPEC) di Wina pekan lalu belum membuahkan kesepakatan
Editor: Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, LONDON - Pembicaraan diantara Rusia dan organisasi negara-negara eksportir minyak (OPEC) di Wina pekan lalu belum membuahkan kesepakatan solusi rendahnya harga minyak.
Melansir news.com.au Senin (31/10/2016), ekonom energi di WTRG Economics di London, Akansas, James L William mengatakan, meskipun Baker Hughes Inc telah mengangkat dua rig-nya, namun hal itu sama sekali tidak signifikan dibandingkan dengan produksi dari OPEC.
Kondisi ini menyebabkan, harga minyak mentah berjangka Brent jatuh 76 sen (1,5 persen) ke level 49,71 dollar AS per barel. Minyak mentah AS West Texas Intermediate (WTI) turun 1,02 dollar AS (2 persen) ke 48,7 dollar AS per barel.
Melemahnya dollar AS seharusnya membuat harga minyak lebih murah bagi mata uang negara lain. Namun negosiasi antara Rusia dan OPEC di Wina yang belum mencapai kesepakatan membuat harga minyak tetap tertekan.
Rencana OPEC mengatasi persoalan rendahnya harga minyak terganjal produsen utama lainnya. Tidak tercapainya kesepakatan di antara produsen minyak berakhir dengan resolusi untuk melanjutkan diskusi pada November.
OPEC telah setuju untuk memangkas produksinya untuk kali pertama dalam delapan tahun, sekitar 200.000-700.000 barel per hari (bph) (1,2 persen dari total produksi). Namun, 14 negara produsen besar lainnya masih belum sepakat dan menginginkan pembicaraan kembali pada November.
Iran sebagai anggota OPEC pun justru terus jor-joran berproduksi setelah sanksi dicabut, dengan alasan membiayai perang melawan ISIS. Kondisi internal OPEC ini memaksa Arab Saudi sebagai produsen terbesar di OPEC memotong produksi lebih besar lagi.
Belum disepakatinya penyelesaian krisis harga minyak ini sangat disayangkan oleh Sekretaris Jenderal OPEC, Mohammed Barkindo. “Proses pemulihan terlalu lama,” kata dia, dikutip dari telegraph.co.uk, Senin (31/10/2016).
Bloomberg melaporkan, Irak memompa lebih dari 4,7 juta bph pada bulan lalu, beberapa ratus barel lebih banyak dari yang diperkirakan pengamat industri minyak.(Estu Suryowati)