Trump Menang, Indonesia Akan Dibanjiri Barang Impor dari China, Ini Sebabnya
Proteksi perdagangan yang digaungkan Trump dalam kampanye lalu, agaknya menjadi momok bagi aktivitas perdagangan global.
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kemenangan Donald Trump dalam pemilu Presiden Amerika Serikat, hari ini Rabu (9/11/2016) menjadi perhatian global.
Bagaimana tidak, banyak negara bergantung relatif terhadap perekonomian negeri Abang Sam itu.
Proteksi perdagangan yang digaungkan Trump dalam kampanye lalu, agaknya menjadi momok bagi aktivitas perdagangan global.
Baca: Demo Anti-Trump Bentrok, Terjadi Penembakan, Lima Orang Jadi Korban
Baca: Demo Anti-Trump Meluas, Warga AS Bobol Toko hingga Bakar Bendera
Baca: Kaum Muslim Dunia Mulai Was-was dengan Kemenangan Donald Trump
Menurut analis dari Samuel Aset Management, Lana Soelistianingsih Indonesia pun berpotensi terdampak kebijakan Trump, meski tak langsung.
"Yang paling kena kalau Trump lebih protektif adalah ekspor China," kata Lana kepada Kompas.com, Rabu.
Lana melanjutkan, jika permintaan Amerika Serikat terhadap barang-barang China berkurang, maka permintaan China terhadap bahan mentah dan barang setengah jadi Indonesia juga akan turun.
"Ekonomi China bisa melemah dan ekspor Indonesia (ke China) turun," imbuh Lana.
Sebagai konsekuensinya lain, barang-barang dari China akan ditujukan ke pasar lain, termasuk Indonesia.
Sebagaimana diketahui, dengan skala ekonominya yang raksasa, Amerika Serikat merupakan negara importir kedua terbesar di dunia.
Sebagian besar impor Amerika Serikat berupa barang modal (29 persen) dan barang konsumsi (26 persen).
Selebihnya meliputi bahan baku industri (24 persen), kendaraan bermotor dan bagian-bagiannya serta mesin (15 persen), dan makanan-minuman serta pakan (5 persen).
Adapun impor Amerika Serikat terbesar berasal dari China (19 persen), disusul dari Kanada (14,5 persen), Meksiko (12 persen), Jepang (6 persen), dan Jerman (5 persen).
Pada kuartal III 2016, impor Amerika Serikat dari China turun 2,8 persen.
Penurunan impor dari China mengerek turunnya impor Amerika Serikat secara total pada kuartal III 2016.
Dikutip dari Biro Sensus Amerika Serikat, impor Amerika Serikat turun 1,3 persen (mtm) ke level 225,6 miliar dollar AS per September 2016.
Impor barang modal turun 1,7 miliar dollar AS, sedangkan impor barang konsumsi turun 800 juta dollar AS.
Kurs Berpengaruh
Kemenangan Trump berpengaruh terhadap pelemahan kurs dollar AS.
Ini menyebabkan, investor mencari safe haven lain untuk menempatkan dananya. Karena dollar AS melemah, maka aset safe haven pilihan yang muncul adalah emas.
"Kalau emas meningkat harganya, biasanya harga komoditas lainnya juga akan meningkat, bahan tambang lainnya juga ikut meningkat. Kalau tambang lain meningkat, maka tentu akan banyak membantu Indonesia karena kita punya kemampuan ekspor yang cukup besar," ujar Lana.
Gemar invasi
Selain itu, Lana juga memperingatkan tentang hal yang harus dikhawatirkan. Ada kecenderungan presiden AS yang berasal dari Partai Republik beberapa kali melakukan invasi ke negara lain dan akhirnya membuat harga minyak mentah dunia naik.
Bagi Indonesia, kenaikan harga komoditas akan menguntungkan dalam jangka pendek. Namun, perlu diingat bahwa ketahanan energi Indonesia masih rendah, sementara konsumsi bahan bakar minyak (BBM) di dalam negeri tinggi.
"Harga minyak mentah naik, harga BBM juga naik. Kalau harga BBM naik, tentunya inflasi kita naik. Kalau harga komoditas naik, itu akan diikuti harga komoditas pangan yang naik. Kalau itu naik, inflasi double attack, baik dari makanan maupun bahan bakar," kata Lana.
Kalau kondisi tersebut terjadi, maka bisa saja target pemerintah untuk menjaga inflasi pada kisaran 4 persen di tahun 2017 bisa tidak tercapai. Lana memprediksi, bisa saja target itu meleset dan inflasi berada di atas batas tersebut.
"Kalau harga minyak mentah ke arah 65 dollar AS per barrel, inflasi mungkin bisa ke arah 6,5 persen. Ini perlu kehati-hatian. Artinya, antisipasi ke inflasi ini harus bagaimana karena ada potensi tadi, terkait harga bahan makanan, BBM yang akan naik," ujar Lana.
Reaksi Indonesia
Menteri Koordinator bidang Perekonomian, Darmin Nasution pun angkat bicara akan hal ini. Mantan Gubernur Bank Indonesia ini masih menunggu kebijakan-kebijakan apa yang akan diluncurkan Trump untuk negaranya.
"Kita mau lihat dulu dia (Trump) mau bagaimana kombinasinya. Belum waktunya untuk menyimpulkan seperti apa kebijakan-kebijakannya," ujar Darmin usai menyampaikan outlook perekonomian di Jakarta, Kamis (10/11/2016).
Sekadar informasi, Trump membuat shock pendukung Hillary dengan meraih kemenangan meyakinkan di Wisconsin dan Pennsylvania yang selalu memilih capres Demokrat sejak Pilpres AS 1988.
Negara bagian yang sering disebut "Rust Belt States" ini didominasi oleh pemilih berkulit putih berkerah biru yang kebanyakan tidak berpendidikan ke jenjang universitas.
Pemilih ini adalah pemilih kelas pekerja yang terpikat oleh gaya retorik populis Trump yang mengecam globalisasi dan perdagangan bebas.
Faktor itu yang diyakini mengakibatkan mereka kehilangan pekerjaan, terutama di sektor manufaktur yang dialihdayakan ke luar AS. Demografi pemilih ini kebanyakan tinggal di kota kecil dan daerah pertanian.
Penulis : Estu Suryowati