Kerjasama Pertamina dan Bumi Sarana Migas Atasi Defisit Pasokan Gas di Jawa Barat
Pengamat energi Komaidi Notonegoro berpendapat, kerja sama Pertamina dan BSM akan menolong kekurangan pasokan gas di Jabar.
Penulis: Choirul Arifin
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Data neraca gas yang dilansir Pertamina dan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyebutkan estimasi defisit pasokan gas Tanah Air.
Defisit tertinggi terjadi di wilayah Jawa Barat selama periode 2015 – 2030.
Kondisi defisit tersebut membuka peluang pasar baru yang didukung jaminan ketersediaan LNG (liquefied natural gas) serta identifikasi data pelanggan.
Peluang tersebut kini mulai dijajaki Pertamina.
Baru-baru ini, Pertamina menerima tawaran kerja sama dengan PT Bumi Sarana Migas (BSM) untuk membangun terminal energi terpadu di Bojonegara, Serang, Banten.
Data dari sebuah sumber, analisis Pertamina di awal 2010 menyebutkan, untuk memenuhi kebutuhan gas tersebut diperlukan terminal penerimaan dan regasifikasi LNG di darat dan infrastruktur pipa.
Fasilitas regasifikasi darat dipilih karena alasan kapasitas produksinya lebih besar ketimbang terminal apung di lepas pantai.
Selain itu, fasilitas regasifikasi dapat diperluas dan lebih ekonomis untuk regasifikasi dalam kapasitas besar.
Jaringan pipa transmisi dan distribusi perlu dibangun untuk mendukung penyaluran gas hasil regasifikasi ke konsumen di Jawa Barat.
Pengamat energi Komaidi Notonegoro berpendapat, kerja sama Pertamina dan BSM akan menolong kekurangan pasokan gas di Jabar.
Dia hanya mengingatkan, kesepakatan perjanjian kerjasama tersebut harus transparan dan terbuka.
“Intinya secara korporasi prosesnya clear and clean,” ujar Komaidi Notonegoro yang juga Direktur Eksekutif ReforMiner Institute, Minggu (20/11/2016).
Dia optimistis proyek regasifikasi ini menguntungkan semua pihak karena dia melihat kerja sama ini murni business to business demi mengantisipasi defisit gas di Jabar.
Selain menjadi offtaker, saat ini Pertamina juga ikut di manajemen untuk menjamin kualitas produk sebelum sampai ke konsumen.
Dalam skema kerja sama ini BSM menyerahkan sepenuhnya offtaker LNG kepada Pertamina.
Offtaker merupakan pembelian hasil-hasil minyak dan gas bumi serta turunannya untuk kemudian disitribusikan kembali ke konsumen.
Pertamina saat ini menjadi salah satu pemegang saham konsorsium BSM untuk mengelola kilang LNG Receiving Terminal Bojonegara, Provinsi Banten.
Pemegang saham lainnya adalah BSM, Tokyo Gas dan Mitsui.
Komaidi menambahkan, kerja sama BSM dan Pertamina akan menjadi solusi jangka panjang kebutuhan gas di Jabar.
Jika Pertamina bertindak sebagai offtaker, BUMN itu harus didukung kondisi keuangan yang sehat.
Kehadiran Pertamina di bisnis migas hilir menjadi nilai penting bagi investor swasta karena dipersepsikan sebagai kepanjangan tangan pemerintah di bisnis migas, sekaligus menjadi insentif bagi swasta masuk ke pasar penjualan gas.
Komaidi berpendapat, pembentukan konsorsium pengadaan LNG akan membantu menstabulkan pasokan gas dan mendorong stabilnya harga jual gas ke konsumen.
Vice President Corporate Communication Pertamina Wianda Pusponegoro sebelumnya mengatakan Pertamina siap menjadi offtaker jika bisa mendapatkan saham di kilang tersebut.
Pertamina juga siap menjadi operator kilang karena memang berpengalaman lama di bisnis pengelolaan kilang.
Menurut Wianda, dari hasil pembicaraan dengan para investor, tidak ada yang mempermasalahkan kerjasama dari sisi kilang.
Investor meminta lebih banyak dari sisi retail, untuk mendistribusikan produk hasil kilang di daerah-daerah yang tingkat konsumsinya besar.
Juru bicara BSM, Nanda Sinaga mengatakan, pembangunan kilang LNG Receiving Terminal Bojonegara, akan menelan investasi sekitar Rp 10 triliun dan direalisasikan sejalan dengan keinginan pemerintah, agar perusahaan swasta berpartisipasi di pembangunan infrastruktur.
Terminal LNG di Bojonegara, Banten digagas oleh Kalla Group yang kemudian ditawarkan kerjasama kepada PT Pertamina pada 2013.
Proyek infrastruktur ini akan dibangun dengan tingkat kehandalan yang tinggi serta kompetitif dibanding dengan terminal sejenis yang ada di Indonesia dan di regional.
BSM mengklaim sudah memiliki lahan yang sangat cocok untuk proyek infrastruktur tersebut karena berada di tepi laut dengan kedalaman cukup serta di depannya terdapat pulau yang mampu menjadi pelindung terhadap hantaman ombak.
Sisi lahan yang berdekatan dengan bibir pantainya bisa disandari oleh kapal LNG sekelas Q-Flex dan Q-Max.