DPR Berharap Ada Kesepakatan dengan Menkeu Sri Mulyani Pekan Ini
"PP yang dikeluarkan pemerintah secara tegas dan cermat kita amati, agar tidak bertabrakan dengan UU yang sudah ada."
Penulis: Adiatmaputra Fajar Pratama
Editor: Choirul Arifin
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Ketua Komisi VI Azam Azman Natawijana menegaskan Peraturan Pemerintah No.72 tahun 2016 tentang Tata Cara Penyertaan dan Penatausahaan Modal Negara pada Badan Usaha Milik Negara dan Perseroan Terbatas harus tunduk pada aturan mengenai BUMN.
Dalam hal ini, kekayaan perusahaan plat merah adalah kekayaan negara yang dipisahkan dari APBN.
Azman memaparkan, segala bentuk perubahan status maupun hal yang menyangkut BUMN haruslah diketahui dan mendapatkan izin dari DPR. Karena jika tidak, maka Menteri BUMN Rini Soemarno yang menerbitkan PP tersebut bakal terkena dua hukuman.
"Sehingga jika memang PP tetap dijalankan dan sudah jelas menabrak UU lainnya, maka dua sanksi bisa menjerat pemerintah. Yakni bisa sanksi secara politis dan sanksi hukum," tegas Azman, Senin (23/1/2017).
Menteri BUMN sendiri Rini Soemarno telah mendapatkan sanksi politis yakni tidak dianggap oleh DPR terkait kasus Pelindo II beberapa waktu lalu. Segala bentuk koordinasi Menteri BUMN dengan DPR ditangani langsung oleh Menteri Keuangan.
Azman berharap sebuah kesepakatan dengan DPR bisa diambil bersama Menteri Keuangan pekan ini terkait PP 72 tersebut. Ia juga berharap tidak ada konflik ke depan mengenai adanya peraturan yang saling bertabrakan.
"PP yang dikeluarkan pemerintah secara tegas dan cermat kita amati, agar tidak bertabrakan dengan UU yang sudah ada. Kami tidak ingin nantinya ada judicial review ataupun konflik baru. Makanya kami ingatkan ke pemerintah," ungkap Azman.
Sebagai catatan, PP 72 tersebut merupakan revisi dari PP Nomor 44 Tahun 2005. Dalam PP 72 tersebut, tertulis di Pasal 2A yakni:
(1) Penyertaan Modal Negara yang berasal dari kekayaan negara berupa saham milik negara pada BUMN atau Perseroan Terbatas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf d kepada BUMN atau Perseroan Terbatas lain, dilakukan oleh Pemerintah Pusat tanpa melalui mekanisme Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.