Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Bisnis

Tergerus Zaman, Bemo Mulai Punah

Sejak bermunculan transportasi berbasis aplikasi online, banyak warga yang beralih menggunakan transportasi konvensional.

Editor: Sanusi
zoom-in Tergerus Zaman, Bemo Mulai Punah
Warta Kota/ANGGA BHAGYA NUGRAHA
Kendaraan Becak Motor (Bemo) melintas di Jalan Bendungan Hilir, Jakarta Pusat, Jumat (23/10). Bemo masuk Indonesia sejak Tahun 1960 ini, masih diminati warga sebagai alat transportasi jarak dekat. Seiring meningkatnya persaingan jasa transportasi berbasis online seperti Gojek, bemo hingga kini masih ada meskipun sudah uzur. Warta Kota/angga bhagya nugraha 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sejak bermunculan transportasi berbasis aplikasi online, banyak warga yang beralih menggunakan transportasi konvensional. Tak pelak, angkutan seperti bemo pun mulai ditinggalkan warga.

Seorang sopir bemo di Bendungan Hilir, Nanang (50), mengaku tak akan berhenti menjadi sopir bemo dan beralih profesi. Dia sudah menjalankan profesi ini selama 25 tahun.

"Saya tidak tahu mau kerja apa. Sekarang cari kerja makin susah. Jadi tukang ojek juga kurang berani, kelihatannya bahaya," ujar Nanang.

Kedua anak Nanang sudah menikah. Karena itu, menurutnya penghasilan dari "narik" bemo masih mencukupi untuk kebutuhan pokoknya dengan istrinya.

Nanang mengaku mencoba bertahan menghadapi persaingan dengan transportasi online secara alami. "Saya bingung harus bagaimana. Ya sudah, jalani saja. Sampai sekarang bemo juga masih banyak dipakai sama warga sekitar dan anak sekolah," ucap Nanang.

Walaupun begitu, sudah banyak sopir bemo lain yang menjual bemo atau beralih profesi. Seperti Joko (45), yang sudah pernah menjual satu bemo miliknya dan sedang merencanakan untuk berhenti menjadi sopir bemo.

Joko mengatakan, alasan lain yang menyebabkan dirinya dan beberapa sopir bemo menjual kendaraannya adalah karena sparepart bemo sudah semakin sulit dicari. Jika mesin rusak pun mereka harus mencoba untuk memperbaikinya sendiri terlebih dahulu.

Berita Rekomendasi

Sudah jenuh di Jakarta

Sebelumnya, Joko memiliki dua buah bemo. Lalu, dia memutuskan untuk menjual salah satu bemo miliknya kepada seorang kolektor barang antik di Semarang. "Saya buat bagus dulu bemonya. Saya cat ulang body luar dan dalam, serta saya perbaiki mesinnya," kata Joko.

Bemo milik Joko pun dibeli seharga Rp 28 juta. Menurutnya, memang banyak kolektor dari luar daerah yang menawar untuk membeli bemo di Bendungan Hilir.

Uang hasil penjualan bemo tersebut digunakan Joko untuk menambah modalnya membangun bisnis di Sumatera. Dia berencana untuk memiliki perkebunan karet. "Bersyukur modal sudah terkumpul. Tahun depan saya mau pindah ke pulau seberang," ujar Joko.

Joko mengaku sudah jenuh bekerja di Jakarta. Ditambah pendapatan bemo yang sudah semakin tak menentu.

Seperti Joko, banyak sopir bemo lain yang sudah dibeli bemonya oleh kolektor. Jumlah bemo di Bendungan Hilir pun hanya tersisa sekitar 40 bemo dari 100 bemo yang sebelumnya beroperasi.

"Tinggal menunggu saja kapan bemo habis dengan sendirinya atau dihilangkan oleh pemerintah. Sebelumnya pernah dengar kalau Januari 2017 bemo sudah mau dihabiskan, tetapi ternyata belum dilakukan," ucap Joko.

Sebenarnya Joko tidak ingin bemo benar-benar hilang. Sebab, warga sekitar masih banyak yang membutuhkan bemo untuk pergi sekolah atau pergi dalam jarak dekat. Terlebih lagi, biaya bemo tetap lebih murah dibandingkan alat transportasi lain.

(Cahyu Cantika Amiranti)

Sumber: Kompas.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas