Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Bisnis

Pasar Baru IORA Sokong Surplus Neraca Dagang RI

Perluasan pasar ekspor baru di kawasan Samudra Hindia efektif menambah surplus neraca perdagangan Indonesia.

Editor: Sanusi
zoom-in Pasar Baru IORA Sokong Surplus Neraca Dagang RI
TRIBUNNEWS/RUTH VANIA
Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita (kedua kiri), Presiden Afrika Selatan Jacob Zuma (kedua kanan), Menko Perekonomian Darmin Nasution (kanan), dan Kepala BKPM Thomas Lembong (kiri) dalam pembukaan Business Summit KTT IORA ke-20, di Jakarta Convention Center, Jakarta, Senin (6/3/2017). (IORA SUMMIT 2017/Rosa Panggabean/pras/17) 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Perluasan pasar ekspor baru di kawasan Samudra Hindia efektif menambah surplus neraca perdagangan Indonesia.

Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita menyatakan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Asosiasi Negara Lingkar Samudera Hindia atau Indian Ocean Rim Association (IORA) yang baru saja digelar, bakal ditindaklanjuti dengan sejumlah perjanjian bilateral antar Indonesia dengan negara-negara anggota IORA.

Optimisme sama dikemukakan Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa Badan Pusat Statistik (BPS) Sasmito Hadi Wibowo. Ia mendukung pernyataan Mendag Enggartiasto, setiap negara yang menjadi anggota dari IORA merupakan pasar yang potensial bagi Indonesia. Apalagi sekitar 70 persen perdagangan dunia memang melewati Samudra Hinda.

Sayangnya, potensi besar ini belum tergarap maksimal lantaran Indonesia sejak awal lebih berorientasi menjual produk ke Amerika, Asia Utara, Jepang, Tiongkok dan Eropa.

“Nah, dengan adanya IORA kita bisa temukan negara-negara tersebut. Memang tidak akan langsung ada kejutan dengan ledakan ekspor yang mencuat. Tetapi kita saat ini menangkap pasar mereka dulu, kita pegang, kita dikenal, dari situ kita bisa mengenalkan banyak produk kita di negara mereka,” tuturnya di Jakarta, Kamis (9/3/2017).

Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita mengatakan, anggota IORA yang kebanyakan merupakan negara berkembang menjadi suatu keuntungan tersendiri bagi Indonesia, karena memiliki rata-rata pertumbuhan ekonomi dan inflasi yang tinggi.

“Dari sisi itu kita melihat kesempatannya besar dan sejalan dengan perintah Presiden kepada kami untuk membuka pasar baru, pasar ini sangat potensial,” tuturnya.

Berita Rekomendasi

Tercatat, potensi ekspor ke Afrika mencapai 550 miliar dolar AS pada 2016, namun realisasi ekspor Indonesia baru mencapai 4,2 miliar dolar AS. Selain itu, potensi lain adalah dengan pasar Timur Tengah yang mencapai 975 miliar dolar AS, sementara Indonesia baru mencapai 5 miliar dolar AS.

Enggar melanjutkan, sejauh ini sudah ada kesepakatan dengan 21 kamar dagang negara anggota IORA dan merumuskan 11 pokok pikiran yang akan dituangkan ke Action Plan. Ia menerangkan, 11 pokok pikiran ini sebagian besar merujuk ke pemberdayaan UMKM.

Sasmito melanjutkan, selain wilayah dan pasar yang besar, variasi produk unggulan Indonesia yang bisa dijual sebenarnya juga bisa dimaksimalkan dengan menggarap pasar bau di Asia Selatan, Timur Tengah dan Afrika.

“Produk kita ada banyak, turunan dari CPO, kopi, karet, elektronik, tekstil, buah-buahan dan barang pecah belah. Potensi bahwa produk kita diterima negara-negara anggota IORA ada, tinggal disesuaikan apa segmennya, apakah high end, midle end, atau low end,” lanjutnya.

Kata Sasmito, walaupun pendapatannya secara umum berada di bawah Indonesia, namun Afrika memiliki pasar yang besar. Sedangkan Timur Tengah, meski penduduknya tak sebanyak Afrika, tapi pendapatannya tinggi. Campuran dari kedua hal tersebut menjadi potensi yang besar buat ekspor Indonesia.

“Afrika penduduknya lebih dari 500 juta, mungkin yang sudah tergarap sepertiganya sudah bagus. Misalkan sarung, itu sudah masuk Mesir dan Somalia, Nah ini perlu disebarkan ke banyak negara di Afrika,” ujar Sasmito.

Dengan menggarap lebih intensif pasar Afrika, selanjutnya juga bisa berinvestasi di sana dan memproduksinya untuk pasar yang lebih luas lagi. Eropa memberikan preferensi terhadap negara-negara Afrika, yang bisa dimanfaatkan juga oleh RI.

Kepala Ekonom BCA David Sumual juga mengapresiasi langkah pemerintah yang menindaklanjuti pembukaan pasar ekspor baru pasca IORA. Ia menuturkan, selama puluhan tahun negara-negara tujuan ekspor utama Indonesia tidak berubah, sebut saja Amerika, Jepang dan beberapa negara Eropa.

“Jadi kalau sekarang ada kawasan baru, ini akan menjadi potensi pasar yang besar kalau bisa dikembangkan. Kita kan juga khawatir jika mendadak terjadi sesuatu di Amerika. Apalagi kecenderungan China kan pertumbuhan ekonominya juga melambat. Jadi kita perlu diversifikasi, cari pasar baru,” tutur David.

Ia mangatakan, selama ini Indonesia kerap terlena dengan hanya mengekspor sejumlah komoditas dalam bentuk bahan mentah. Karenanya, untuk menggarap pasar baru di kawasan Samudra Hindia, Indonesia harus menggenjot produk-produk manufaktur.

Sejak tahun 1996 sampai tahun 2015, volume dagang antara Indonesia dengan negara-negara IORA memang tercatat terus meningkat. Hanya saja belakangan terlihat lebih fluktuatif dengan neraca perdagangan yang terkadang surplus dan juga defisit.

Data UN Comtrade menyebutkan, pada 1996, surplus neraca dagang Indonesia dengan negara IORA sebesar 451 juta dolar AS, namun pada 2008 anjlok menjadi defisit sebesar 6,3 miliar dolar AS.

Setelah 2009-2011 kembali surplus 2 miliar dolar AS, 915 juta dolar AS dan 1,1 miliar dolar AS, selanjutnya di 2012 sampai 2014, berturut-turut kembali defisit sebesar 4,2 miliar dolar AS, 4,9 miliar dolar AS dan 1,5 miliar dolar AS.

Baru pada tahun 2015 neraca dagang Indonesia dengan negara-negara IORA kembal tercatat surplus sebesar 2,5 miliar dolar AS. Nilai surplus itupun tersebut belum menyamai capaian terbesar surpus di atas 5 miliar dolar AS yang terjadi di tahun 1998, 2000 dan 2007.

Secara umum, sepanjang 2016, neraca perdagangan tercatat surplus 8,78 miliar dolar AS. Catatan surplus tersebut meningkat 14,5 persen dibandingkan 2015 sebesar 7,67 miliar dolar AS. Nilai ekspor Indonesia sendiri tercatat sebesar 144,43 miliar dolar AS dengan impor impor 135,65 miliar dolar AS.

Hanya saja perlu diakui, surplusnya neraca perdagangan tersebut bukan lantaran kinerja ekspor yang meningka drastis, melainkan Karena penurunan angka impor jauh lebih tinggi dibanding penurunan ekspor.

Tercatat nilai impor pada 2016 tersebut turun 4,94 persen dari tahun sebelumnya sebesar 142,7 miliar dolar AS. Penurunan tersebut lebih tinggi dibanding tahun sebelumnya sebesar 3,95 persen. Sementara ekspor turun dari 150,4 miliar dolar AS di 2015 menjadi 144,43 miliar dolar AS di 2016.

Direktur Kerjasama APEC dan Organisasi Internasional, Direktorat Jenderal Perundingan Perdagangan Internasional (PPI) Kementerian Perdagangan Deny Kurnia menuturkan, IORA menjadi sarana untuk membangun hubungan antar pemerintahan dan pengusaha dari negara-negara yang tergabung dalam IORA menjadi lebih baik lagi.

Menurutnya, ada enam negara anggota IORA yang termasuk dalam kategori negara yang menjadi perhatian penting pemerintah Indonesia dalam hal perdagangan, yaitu Bangladesh, Kenya, Mozambik, Afrika Selatan, Uni Emirat Arab dan Iran.

“Berbekal daya saing perdagangan Indonesia yang menduduki peringkat 41 dunia, Indonesia berpeluang membangun kemitraan lebih erat dengan anggota IORA sebagai growing partners dan pasar ekspor ke negara-negara non-tradisional,” ujarnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas