TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -  Laporan Tahunan 2016 Credit Suisse 3 bulan lalu mengumumkan kesenjangan ekonomi Indonesia 49,3 %, ranking 4 tertinggi dunia sesudah Rusia, India dan Thailand.

"Itu 'lampu kuning' yang harus kita respons segera sebagai bangsa dengan gerakan ekonomi kerakyatan yang nyata," tegas Plt Ketua Umum Depinas SOKSI, Ali Wongso Sinaga, dalam acara penandatanganan MoU SOKSI dengan LPDB (Lembaga Pengelola Dana Bergulir)-KUMKM, Selasa (14/3/2017).

Menurutnya, sejak Orde Baru gerakan ekonomi kerakyatan dengan berbagai nama dan model sudah ada. Tetapi nyatanya kesenjangan ekonomi meningkat kumulatif.

"Penyebabnya ialah masih lemahnya akses permodalan bagi warga miskin, selain perlunya penguatan teknologi produksi, manajemen dan market bagi usaha-usaha kecil rakyat," sambungnya.

Menurutnya, sudah 71 tahun lebih bangsa ini merdeka terbukti perbankan nasional belum dapat menjawab kebutuhan akses permodalan bagi warga miskin.

"Sebagai bangsa, kita harus bangkit bersama. Mari kita revitalisasi semangat gotong royong dan dorong kehadiran negara agar lebih kuat menggerakkan ekonomi kerakyatan,"ujarnya.

Eksistensi dan peran LPDB merupakan secercah harapan yang memberi akses permodalan bagi warga miskin.

"Untuk itulah SOKSI mengajak LPDB bekerjasama dan berharap LPDB perkuat kehadiran negara gerakkan terobosan ekonomi kerakyatan dengan memberi akses permodalan yang aman bagi warga miskin. SOKSI juga akan memberdayakan mereka dalam penguatan manajemen, teknologi produksi dan pemasaran," tandas Ali Wongso.

Sementara itu, Direktur Utama LPDB, Kemas Danial menyambut ajakan SOKSI dan akan bekerjasama dengan jaringan binaan SOKSI meningkatkan gerakan ekonomi kerakyatan mendorong pertumbuhan dan pemerataan ekonomi di semua daerah termasuk daerah-daerah kepulauan.