Buah Salak Indonesia 'Terbang' ke Selandia Baru
MPI Selandia Baru telah mengeluarkan Import Health Standard (IHS), persyaratan karantina tumbuhan terhadap produk impor.
Editor: Choirul Arifin
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah terus berupaya meningkatkan ekspor produk buah ke luar negeri. Salah satunya adalah buah salak yang kini sukses masuk ke pasar Selandia Baru.
Masuknya salah Indonesia ke Selandia Baru diharapkan menjadi peluang bagi Indonesia untuk meningkatkan ekspor buah salak ke negara lain mengingat Selandia Baru menerapkan standar yang ketat dalam mengimpor produk buah seperti salak.
Kepala Badan Karantina Pertanian, Banun Harpini mengatakan, dalam rangka mendukung Kebijakan Pemerintah tentang Paket Kebijakan Ekonomi IV yang mendorong kegiatan berorientasi ekspor, pihaknya telah memfasilitasi akselerasi ekspor terhadap beberapa komoditas pertanian, salah satunya ekspor buah salak.
Menurutnya, salak asal Indonesia ini sangat disukai banyak orang, terutama Salak Pondoh atau sering disebut 'Salak Super Sleman'.
"Salak ini sangat berkualitas karena rasanya enak, daging buahnya manis, garing, dan aromanya sedap. Disamping itu, bebas dari bahan kimia karena tumbuh di Lereng Merapi dengan tanah vulkanik dari Merapi dan pupuk organik," ujarnya, Kamis (23/3/2017).
Menurut Banun, keberhasilan Salak Indonesia menembus pasar New Zealand merupakan pencapaian penting, mengingat Selandia Baru merupakan negara yang memiliki standard phytosanitary tinggi.
MPI Selandia Baru telah mengeluarkan Import Health Standard (IHS), persyaratan karantina tumbuhan terhadap produk impor.
Negara pengekspor harus pastikan produknya memenuhi IHS sebelum penerbitan Phytosanitary Certificate (PC).
Bila merujuk data dua tahun terakhir sejak tahun 2015 sampai 2016, ekspor salak Indonesia masih sangat kecil. Kendati mengalami peningkatan hingga 4,24%.
Tahun 2015 tercatat volume sebesar 758.656,03 kg, dan tahun 2016 sebesar 790.888,05 kg.
Selanjutnya pemerintah berharap peluang ekspor salak dan buah lainnya akan semakin terbuka dan tanpa hambatan teknis dari negara tujuan.
Reporter Noverius Laoli