Pembatasan Impor Dinilai Tak Tepat
wacana pembatasan impor di tengah defisit tembakau dinilai tidak tepat dan mengancam keberlangsungan industri hasil tembakau.
Editor: Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Indonesia masih mengalami defisit tembakau, baik secara kualitas, kuantitas, dan varietas. Akibatnya, impor tembakau masih dibutuhkan oleh industri, terutama varietas yang tidak dapat dibudidayakan di dalam negeri, seperti tembakau Virginia dan Oriental.
Maka itu, wacana pembatasan impor di tengah defisit tembakau dinilai tidak tepat dan mengancam keberlangsungan industri hasil tembakau.
Ketua Gabungan Produsen Rokok Putih Indonesia (Gaprindo) Muhaimin Moeftie mengatakan, alih-alih pembatasan impor tembakau, pemerintah sebenarnya dapat menetapkan kebijakan bea masuk yang sedikit lebih tinggi terhadap varietas yang tidak dapat dibudidayakan ataupun varietas yang jumlahnya belum mencukupi kebutuhan industri. "Bea masuk bisa menjadi solusi," ujar Moeftie dalam keterangannya, Rabu (9/8).
Terkait besarannya, Moefti meminta bahwa angkanya haruslah wajar. Dengan adanya kebijakan ini, industri masih tetap memiliki akses terhadap bahan baku.
Dalam lima tahun terakhir, rata–rata produksi tembakau di dalam negeri selalu di bawah 200.000 ton per tahun. Sementara, permintaan tembakau berkisar 320.000 ton per tahun.
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi IV Firman Subagyo yang turut membidangi urusan pertanian dan kehutanan, mengatakan, pemerintah dapat mengenakan kebijakan tarif progresif terhadap varietas tembakau yang tidak dapat dipenuhi oleh petani lokal. "Dengan adanya tarif progresif, maka yang diuntungkan tentu pemerintah," ujar Firman.
Pada kesempatan tersebut, Firman juga mengimbau agar pabrikan terus melakukan pembinaan dan kemitraan terhadap petani untuk membudidayakan varietas-varietas tembakau yang dibutuhkan. Sehingga, tembakau dalam negeri yang terserap menjadi lebih banyak.
Hal ini pun diamini oleh Moefti. Lebih lanjut, Moefti mengatakan, pemerintah perlu mendorong percepatan program kemitraan antara pabrikan dan petani tembakau. Program kemitraan termasuk proses pendampingan saat penanaman hingga panen.
"Ini salah satu solusi untuk mencapai produksi yang dibutuhkan, baik secara kualitas maupun kuantitas," katanya.
Aturan baru terkait pembatasan impor tembakau sebenarnya bertentangan dengan keinginan Presiden Joko Widodo yang mengharapkan adanya deregulasi sehingga semua hambatan bisnis dapat dihilangkan.
Berita Ini Sudah Dipublikasikan di KONTAN, dengan judul: Gaprindo: Pembatasan impor tembakau tak tepat