Efisiensi dan Konsolidasi di Industri Teknologi Informasi Komunikasi Tidak Terhindarkan
Saat terjadi konsolidasi berupa merger atau akuisisi, aturan ketenagakerjaan terkait PHK mesti dipahami secara berbeda dengan kondisi normal.
Editor: Eko Sutriyanto
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Tren efisiensi dan konsolidasi di industri teknologi informasi dan komunikasi (TIK) dinilai akan memicu pengurangan jumlah tenaga kerja. Hal itu menjadi konsekuensi logis yang tidak bisa dihindari akibat berubahnya skema bisnis.
Pengamat Ketenagakerjaan dari Universitas Airlangga, Hadi Subhan, melihat pengurangan tenaga kerja tak bisa dihindari terutama dikaitkan dengan kapasitas perusahaan.
"Ibaratnya, kapal yang tadinya 2, sekarang tinggal 1. Harus ada sebagian yang diturunkan. Daripada kelebihan kapasitas lalu tenggelam semua," katanya kepada wartawan, Minggu (13/8).
Pernyataan Hadi itu disampaikan menanggapi arah bisnis industri telekomunikasi dan teknologi informasi yang menuju efisiensi dan konsolidasi.
Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Rudiantara pernah mengisyaratkan terjadinya konsolidasi antar operator telekomunikasi.
Baca: Cari Tahu Penyebab Kematian Johannes Marliem, KPK Tunggu Informasi dari Polisi AS
Isu tersebut kemudian berkembang ke arah pemutusan hubungan kerja (PHK) sebagai konsekuensi dari konsolidasi dan efisiensi di kalangan operator telekomunikasi.
Hadi menjabarkan saat terjadi konsolidasi berupa merger atau akuisisi, aturan ketenagakerjaan terkait PHK mesti dipahami secara berbeda dengan kondisi normal.
Sebab, biasanya ada 2 situasi yang akan dihadapi. Pertama, para karyawan tidak mau ikut bekerja di bawah naungan pimpinan baru.
Dalam situasi ini, lanjut dia, PHK bisa saja dilakukan dengan pesangon maksimal 9 bulan upah, di luar uang penghargaan kerja dan tunjangan lain.
Baca: Kemenag Sinyalir 4 Travel Umrah Bermasalah
"Kan merger ini sama dengan efisiensi, sehingga harus ada pesangon yang sesuai. Maksimal 9 bulan dikalikan 2, ditambah tunjangan lain," ujar Hadi.
Kedua, jika perusahaan yang menghendaki PHK, aturan menjadi berbeda. Prinsipnya, menurut dia, perusahaan bisa melakukan pemutusan hubungan kerja, namun tetap memberi jalan keluar terbaik bagi pekerja. Seperti diketahui, di dunia internasional perkembangan teknologi erat kaitannya dengan efisiensi dan PHK.
Microsoft contohnya, perusahaan raksasa itu melakukan pemutusan hubungan kerja dengan 4% karyawan atau sekira 4 ribu orang. Indonesia juga mengakomodasi hal tersebut, tapi tetap dengan memperhitungkan kelayakan bagi karyawan yang akan dirumahkan.