Revisi Permen Gross Split Bakal Terbit Minggu Ini
Kementerian Energi dan Sumber Daya Alam (ESDM) terus berupaya mendorong investasi di sektor hulu minyak dan gas
Editor: Hendra Gunawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Kementerian Energi dan Sumber Daya Alam (ESDM) terus berupaya mendorong investasi di sektor hulu minyak dan gas (migas).
Untuk menarik minat investor, pekan ini rencananya ESDM akan menerbitkan Revisi Peraturan Menteri (Permen) ESDM No 8 tahun 2017 mengenai kontrak bagi hasil gross split.
“Revisi Permen tentang gross split ini merupakan inisiatif pemerintah untuk mendorong percepatan investasi di hulu migas. Berbagai terobosan ini dibutuhkan karena persaingan untuk menarik investor di sektor migas dewasa ini semakin ketat,” jelas Wakil Menteri ESDM Arcandra Tahar di dalam keterangannya di Jakarta (23/8/2017).
Wamen mengungkapkan, sejalan dengan penurunan harga minyak dunia, investasi migas secara global juga menurun. Pada tahun 2016, nilai investasi global di sektor migas turun sekitar 26 persen.
Ini terjadi akibat banyak perusahaan migas yang menahan diri untuk melakukan investasinya. Pada tahun 2016 investasi migas di Indonesia juga turun sekitar 27 persen, sejalan dengan tren investasi migas global.
Melalui revisi terhadap Permen 8 ini diharapkan para Kontraktor Kontrak Kerjasama (KKKS) dapat segera mengambil keputusan investasinya. Hal ini penting mengingat cadangan migas, khususnya minyak di Indonesia hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan nasional selama 12 tahun ke depan.
Saat ini pemerintah sedang melakukan lelang terhadap 7 wilayah kerja migas. Sebanyak 12 kontraktor sudah mengambil dokumen lelang dan belum memasukkan penawaran. Pengumuman lelang terhadap 7 blok migas tersebut ditargetkan selesai pada September 2017.
“Ada beberapa poin yang kita masukkan dalam revisi dalam Permen ini. Misalnya progresif harga migas, kumulatif produksi, tahapan produksi, impuritas H2S dan ketersediaan infrastruktur agar investasi mereka optimal. Prinsipnya, pemerintah mendorong terciptanya kepastian usaha bagi para KKS di Indonesia,” lanjut Arcandra.
Arcandra menilai skema gross split akan memberikan keuntungan yang optimal, baik kepada pemerintah sebagai pemilik aset, maupun KKKS sebagai pengelola aset berupa blok-blok migas tersebut. Dengan skema gross split para kontraktor juga akan semakin efisien dalam mengembangkan lapangan migasnya, sehingga keuntungan mereka dapat lebih optimal.
“Selama ini dengan sistem cost recovery semua biaya yang dikeluarkan kontraktor ditanggung pemerintah, ini bisa menimbulkan pemborosan biaya. Tapi dengan gross split tentunya kontraktor akan lebih berhati-hati mengeluarkan biaya, karena itu uang mereka sendiri,” ujarnya.
Sesuai aturan mengenai gross split, bagi hasil untuk minyak bumi untuk negara adalah 57 persen dan 43 persen kepada kontraktor. Sementara bagi hasil gas bumi negara 52 persen dan kontraktor 48 persen.
Namun, dalam perkembangannya, kontrak bagi hasil tersebut dapat berubah dengan mengacu pada beberapa komponen variable dan progresif, yaitu status lapangan, lokasi lapangan, kedalaman reservoir, ketersediaan infrastruktur pendukung, jenis reservoir, kandungan CO2, Kandungan H2S, berat jenis minyak bumi, TKDN, tahapan produksi, progresif harga migas dan kumulatif produksi.
“Gross Split lebih memberikan kepastian usaha dan pemerintah juga mendapatkan bagi hasil yang optimal. Inilah yang membuat kami optimis revisi Permen 8 akan menjadi obat bagi percepatan investasi migas di Indonesia. Doakan,” kata Arcandra menambahkan.