Batas Maksimum Bea Masuk Barang Diusulkan Naik 10 Kali Lipat
Adapun revisi ini telah menjadi diskusi internal sehingga pemerintah membuka masukan dari beberapa pelaku usaha.
Editor: Malvyandie Haryadi
TRIBUNNEWS.COM - Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan akan merevisi batasan (threshold) pengenaan bea masuk bagi impor barang penumpang.
Saat ini, bea masuk barang impor dikenakan jika nilai barang tersebut berada di atas US$ 250 per orang dan US$ 1.000 per keluarga untuk setiap kedatangan.
Aturan tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 188/PMK 04/2010 Pasal 8 tentang Impor Barang yang Dibawa oleh Penumpang, Awak Sarana Pengangkut, Pelintas Batas, dan Barang Kiriman.
Direktur Jenderal Bea dan Cukai Heru Pambudi mengatakan, pihaknya tengah mencari referensi batasan pengenaan bea masuk yang sesuai dengan kondisi perekonomian di Indonesia.
Adapun revisi ini telah menjadi diskusi internal sehingga pemerintah membuka masukan dari beberapa pelaku usaha.
"Sebenarnya, ini sudah jadi diskusi internal kami, yang kami ajak bicara adalah pihak yang concern ke pariwisata supaya mereka tidak resah. Yang kedua, yang kami ajak bicara adalah industri sejenis misalnya perajin tas yang ada di dalam negeri," ujarnya di Jakarta, Senin (18/9).
Heru melanjutkan, pemerintah tidak akan menaikkan threshold hingga mencapai US$ 2.500 per orang atau 10 kali lipat dari angka yang sekarang. Apabila terlalu tinggi, menurut Heru, maka pengusaha atau perajin barang sejenis di dalam negeri akan terancam.
"Karena kalau yang threshold tinggi kalau sampai US$ 2.500 siapa yang dirugikan? Industri dalam negeri yang memproduksi barang sejenis. Kenapa? Karena industri dalam negeri bayar pajak, entah itu pajak perusahaan, PPN, atau perorangan. Kalau barang-barang sejenis ini bebas pajak, maka akan jadi persaingan enggak sehat," katanya.
Selain membuka masukan, pihaknya juga akan membandingkan ketentuan threshold bea masuk di Indonesia dengan negara-negara lainnya.
Hal ini mengingat pengenaan bea masuk barang penumpang ini memiliki standar aturan yang berlaku secara internasional. "Beberapa negara ada yang mengenakan threshold di bawah Indonesia, namun ada juga beberapa negara yang mengenakannya di atas Indonesia. Ini yang dijadikan evaluasi," kata dia.
Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo mengatakan, sudah saatnya batasan bea masuk tersebut ditinjau kembali. Pasalnya, batasan tersebut terlalu rendah sehingga tidak sesuai dengan kondisi saat ini.
"Sudah tidak sesuai. Malah men-discourage kelas menengah yang katanya didorong konsumsi," katanya. Oleh karena itu, menurut Yustinus, nilai yang pas adalah US$ 2.500 per orang dan US$ 10.000 per keluarga.