Gubernur BI : Pentingnya Kestabilan Rupiah bagi Pertumbuhan Ekonomi
Kestabilan nilai tukar rupiah masih menjadi dasar dalam mencapai pertumbuhan ekonomi yang sehat
Penulis: Seno Tri Sulistiyono
Editor: Fajar Anjungroso
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Seno Tri Sulistiyono
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kestabilan nilai tukar rupiah masih menjadi dasar dalam mencapai pertumbuhan ekonomi yang sehat, berkesinambungan, seimbang dan inklusif.
Oleh sebab itu, Bank Indonesia (BI) terus menjaga kestabilan rupiah sesuai dengan fundamentalnya.
Demikian dikatakan, Gubernur Bank Indonesia, Agus Martowardojo ketika memberikan Orasi Ilmiah pada Dies Natalis 67 tahun Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Indonesia (UI), Depok kemarin.
“Kita tidak ingin pembangunan yang kuat saat ini, tetapi esok bisa jatuh. Kita tidak ingin pembangunan yang membuat jarak antara yang kaya dan yang miskin semakin lebar jaraknya,” ujar Agus.
Dalam orasi ilmiah tersebut, Agus menjelaskan mengenai fungsi dan tugas BI dalam menjaga nilai tukar dalam tiga pilar, yakni kebijakan moneter, pengaturan sistem pembayaran, dan stabilitas sistem keuangan.
Menurut Agus, dalam kebijakan moneter, bauran kebijakan yang dilakukan BI dalam menjaga inflasi yang terus membaik dalam beberapa tahun terakhir.
“Kami mengharapkan Indonesia bisa masuk menjadi negara dengan inflasi rendah dan stabil,” ujarnya.
Bila dibandingkan dengan negara tetangga, inflasi Indonesia dalam enam tahun terakhir masih berada pada rata-rata 5,2 persen, lebih tinggi dengan Filipina di bawah 3 persen, maupun Malaysia dan Thailand di kisaran 2 persen.
Dia menjelaskan tingginya rata-rata tingkat inflasi karena terjadi kenaikan harga BBM yang menyebabkan inflasi tahunan pada 2013 dan 2014 menembus 8,3 persen.
“Namun 2017 inflasi terjaga pada level 4 persen dan pada 2018 kita menargetkan inflasi pada kisaran 3,5 persen,” ujar Agus.
Agus mengungkapkan Indonesia harus mewaspadai ancaman global terhadap ekonomi. Ancaman utama adalah pembalikan modal atau capital reversal akibat kenaikan The Fed Fund Rate setelah ekonomi Amerika Serikat mengalami pemulihan.
Selain itu, perlu diwaspadai bila The Fed mengurangi neraca (balance sheet) surat utang yang dapat mengakibatkan kenaikan nilai dolar AS.
“Kita juga perlu mewaspadai penurunan kinerja perusahaan ritel, penurunan nilai tukar petani, penurunan pendapatan buruh. Kita harus mewaspadai ini dan perlu disikapi pada sisi fiskal,” ujar Agus.