Pengelola SPBU Vivo Harus Lengkapi Perizinan Kalau Lanjutkan Jual BBM
"Saat ini posisinya ya sudah kita minta tidak beroperasi sampai selesai surat-surat SKP-nya," ungkap Ego.
Penulis: Apfia Tioconny Billy
Editor: Choirul Arifin
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Apfia Tioconny Billy
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengelola Stasiun Pengisian Bahan Bakar (SPBU) baru bernama Vivo di yang membuka outlet di Jakarta Timur harus melengkapi semua persyaratan administratif sebelum bisa membuka usaha SPBU-nya.
SPBU ini dikelola PT Nusantara Energy Plant Energy (NEPI) dan sempat buka pada 19 September 2017 lalu ditutup pemerintah.
"Saya siang ini akan dapat laporan dari hasil koordinasi direktur hilir saya dengan mereka (PT NEPI)," ungkap Dirjen Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM, Ego Syahrial saat ditemui di JW Marriot, Jakarta Selatan, Rabu (27/9/2017).
SPBU Vivo yang didominasi warna putih dan biru itu terpaksa ditutup karena belum memiliki Surat Keterangan Penyalur (SKP) untuk menjual bahan bakar minyak ke masyarakat umum.
Sesuai ketentuan Permen ESDM no. 16 Tahun 2011, semua penyalur harus mendapatkan Surat Keterangan Penyalur (SKP) dari Ditjen Migas.
Baca: Jonan Menggaransi, Tarif Dasar Listrik Tidak Naik Sampai Akhir Tahun
Baca: Isi Bocoran Surat Sri Mulyani ke Kementerian ESDM tentang Kondisi Keuangan PLN
"Saat ini posisinya ya sudah kita minta tidak beroperasi sampai selesai surat-surat SKP-nya," ungkap Ego.
Menurut pantauan Tribunnews.com, SPBU ini menyediakan 3 dispenser untuk menjual bahan bakar jenis Revo 88 (setara dengan premium) Rp 6.550, Revo 90 (setara dengan pertalita) Rp 7.500, dan Revo 92 (setara dengan pertamax) Rp 8.250.
Dua dispenser disiapkan untuk melayani kendaraan roda empat atau lebih dan satu dispenser untuk kendaraan roda dua.
Sebelumnya lahan yang kini digunakan Vivo adalah lahan SPBU Pertamina yang tutup sejak awal tahun 2017.