YLKI: Kenaikan Tarif Tol Bisa Picu Ekonomi Lesu
Ada delapan indikator yang menjadi acuan BPJT dalam mengevaluasi standar pelayanan minimum tol.
Editor: Choirul Arifin
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahaan Rakyat lewat surat keputusan Nomor 973/KPTS/M/2017 memutuskan mulai 8 Desember 2017 tarif di sembilan ruas jalan tol naik.
Kesembilan ruas tol tersebut adalah:
1. Tol Nusa Dua-Ngurah Rai-Benoa,
2. Tol Semarang ABC,
3. Tol Palimanan-Plumbon-Kanci,
4. Tol Belawan-Medan-Tanjung Morawa,
5. Tol Surabaya-Gempol,
6. Tol Serpong-Pondok Aren,
7. Tol Ujung Pandang Tahap I dan II,
8. Tol Cawang-Tomang-Grogol-Pluit dan,
9. Tol Cawang-Tanjung Priok-Ancol-Pluit.
Ada delapan indikator yang menjadi acuan BPJT dalam mengevaluasi standar pelayanan minimum tol.
Di antaranya kondisi jalan, dimensi kecepatan tempuh rata-rata, di mana kecepatan berkendara tol yang lokasinya di dalam kota minimum harus bisa 40 km/jam, dan luar kota 60 km/jam.
Ada pula pertimbangan aksesibilitas untuk masuk ke dalam tol, mobilitas, keselamatan, unit pertolongan dan bantuan, lingkungan, hingga tempat istirahat.
Menanggapi kenaikan ini, Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi mengatakan, kenaikan tarif tol dinilainya eksploitatif dan tidak adil.
Terhadap kenaikan ini, terdapat beberapa hal yang harus dipertimbangkan kembali.
"Pertama, kenaikan ini bisa memicu kelesuan ekonomi, saat daya beli konsumen sedang menurun. Sebab, kenaikan itu akan menambah beban daya beli masyarakat dengan meningkatnya alokasi belanja transportasi masyarakat," kata Tulus, Selasa (5/12/2017).
Baca: Biaya Transfer Antar Bank Kini Hanya Rp 4.000
Kemudian, kenaikan tarif tol dalam kota tidak sejalan dengan kualitas pelayanan jalan tol dan berpotensi melanggar standar pelayanan jalan tol. Kenaikan tarif tol seharusnya dibarengi dengan kelancaran lalu lintas dan kecepatan kendaraan di jalan tol sesuai dengan delapan indikator BPJT.
"Saat ini fungsi jalan tol justru menjadi sumber kemacetan baru, seiring dengan peningkatan volume traffic dan minimnya rekayasa lalu lintas untuk pengendalian kendaraan pribadi," ujarnya.
Kenaikan tarif dalam kota juga dinilai tidak adil bagi konsumen karena pertimbangan kenaikan tarif, yang dilakukan Kementerian PU PR hanya memperhatikan kepentingan operator jalan tol, yakni dari aspek inflasi saja. Sedangkan aspek daya beli dan kualitas pelayanan pada konsumen praktis dinegasikan.
"Kami mendesak Kementerian PUPR untuk merevisi dan meng-up grade regulasi tentang Standar Pelayanan Minimal (SPM) tentang Jalan Tol. Selama ini SPM tidak pernah direvisi dan tidak pernah di up grade dan hal ini tidak adil bagi konsumen. YLKI juga mendesak Kementerian PUPR untuk transparan dalam hasil audit pemenuhan SPM terhadap operator jalan tol," tutur Tulus.
Berikut tarif baru yang berlaku di Tol Dalam Kota Jakarta per 8 Desember 2017:
-Golongan I dari Rp 9.000 menjadi Rp 9.500,
-Golongan II dari Rp 11.000 menjadi Rp 11.500,
-Golongan III dari Rp 14.500 menjadi Rp 15.500,
-Golongan IV dari Rp 18.000 menjadi Rp 19.000,
-Golongan V dari Rp 21.500 menjadi Rp 23.000
Penulis: Rangga Baskoro