Gandeng UNESCO dan Persatuan Insinyur Indonesia, BPPT Lakukan Standarisasi Kualifikasi Engineering
Workshop ini diikuti 50 peserta dari berbagai negara di Asia dan Pasifik, dengan 20 di antaranya dari Indonesia.
Editor: Choirul Arifin
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) melakukan standarisasi kualifikasi engineering di Indonesia agar tenaga engineer Indonesia makin diakui di dunia internasional sekaligus mendorong kerjasama selatan-selatan dan masa depan dunia engineering di kawasan Asia dan Pasifik.
Standarisasi kualifikasi engineering itu direalisasikan melalui penyelenggaraan workshop dua hari bertajuk “South—South Cooperation for Strengthening Engineering Standards and Mobility of Profesisionals,” 21 dan 22 Desember 2017 di Hotel Fairmont, Jakarta bekerja sama dengan UNESCO dan Persatuan Insinyur Indonesia (PII).
Workshop ini diikuti 50 peserta dari berbagai negara di Asia dan Pasifik, dengan 20 di antaranya dari Indonesia.
Ada tiga tujuan utama workshop ini. Pertama, menciptakan standarisasi kualifikasi perekayasa (engineering) dalam mendorong kerjasama selatan-selatan untuk masa depan keperekayasaan di Asia Pasifik.
Kedua, membangun roadmap dalam rangk meningkatkan kualifikasi peekayasa, standarisasi dan kerja-sama selatan-selatan;
Dan ketiga, meninjau ulang keterkaitan duni perekayasaan, teknologi, industri dan inovasi dalam mendukung upaya pembangunan berkelanjutan di wilayah Asia dan Pasifik.
Baca: Jokowi Alirkan Listrik ke Papua Demi Wujudkan Keadilan
Selama mengikuti workshop, peserta diajak menjalankan stock-take kekinian sistem akreditasi standarisasi keperekayasaan dan programnya di Asia dan Pasifik. Peserta juga diajak melakukan pengembangan road-map yang terfokus pada pembangunan kelembagaan dan kapasitas dalam rangka kaderisasi perekayasa muda baik melalui pelatihan, pemagangan dan penerapan program technopreneurship.
Selain itu juga dilakukan penguatan perekayasa perempuan sebagai sumberdaya dalam proses sertifkasi Pendidikan keperekayasaan dan jejaringya di Asia dan Pasifik.
Peserta workshop juga didorong mampu membuat draft usulan strategi kerjasama demi menjembatani gap antara perekayasa, enterpreuner dan pemerintah lokal, perguruan tinggi dan lembaga penelitian melalui standarisasi dan kualifiakasi perekayasa.
Beberapa Pimpinan Tinggi Madya BPPT terlibat langsung dalam lima sesi workshop ini. Antara lain Deputi Bidang Teknologi Pengembangan Sumberdaya Alam (TPSA) BPPT, Prof. Dr. Wimpie Agoeng Noegroho; Deputi Bidang Teknologi Industri Rancang Bangun dan Rekayasa (TIRBR) Dr. Wahyu Widodo Pandoe serta Deputi Bidang Teknologi Agroindustri dan Bioteknologi (TAB) Prof. Dr. Eniya Listiyani Dewi.
Kelima sesi workshop adalah, Accreditation systems for Sustainable Engineering Standardization, Development of Young Engineers, Woman in Engineeering, One-Belt-One Road (OBOR) and Engineers, dan Building South-South Cooperation in Engineering Qualification.
BPPT sendiri saat ini menjadi Lembaga Pembina Fungsional Perekayasa.
"Di kegiatan workshop ini kita menjadi partner UNESCO dan PII dalam kerjasama Selatan Selatan di Asia Pasifik untuk membangun roadmap kualifikasi perekayasa. Ini ide kerjasama yang bagus sekali karena kita bisa meningkatkan kualifikasi engineer di sektor-sektor pemerintahan," ungkap Deputi Bidang Teknologi Pengembangan Sumberdaya Alam (TPSA) BPPT, Prof. Dr. Wimpie Agoeng Noegroho, Kamis (21/12/2017).
Agoeng menjelaskan, output kegiatan ini adalah pembentukan roadmap kualifikasi tenaga perekayasa. Dengan kerjasama ini ada standar kualifikasi tenaga engineer yang bisa diakui secara internasional. Sementara, tenaga engineer berkualifikasi di Indonesia saat ini masih kurang.
Bidang perekayasaan di lingkungan pemerintah selama ini mencakup riset, sampai pengembangan. Produknya menyusun perekayasaan secara teamwork. Sementara tenaga ahli perekayasaaan saat ini sudah berhimpun dalam satu wadah asosiasi, yakni Himpunan Perekayasa Indonesia (Himperindo).