Jelang Finalisasi Holding BUMN Migas, Saham PGAS Makin Seksi
Nafan memperkirakan saham PGAS akan semakin menarik, bahkan secara teknikal ia berani meramal target price di level Rp 3.780
Editor: Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Babak final pembentukan perusahaan induk badan usaha milik negara minyak dan gas bumi (holding BUMN migas) bakal terjadi dalam hitungan jari.
Tepatnya, setelah Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengumumkan harga valuasi saham PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk atau PGN yang dialihkan kepada PT Pertamina (Persero) sebagai penyertaan modal negara (PMN).
Harga penetapan saham berkode PGAS dari Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati otomatis dinantikan para investor publik. Pasalnya, harga 13,8 miliar lembar saham seri B PGAS yang sebelumnya milik negara itu merupakan 56,96 persen saham mayoritas Pertamina di PGN nantinya.
"Kalau investor menilai harga valuasinya itu ada diskon atau lebih murah, maka harga itu akan jadi acuan dan meningkatkan minat pelaku pasar untuk membeli saham PGAS," ujar Analis Binaartha Parama Sekuritas Muhammad Nafan Aji saat dihubungi, Kamis (22/3).
Ia mengaku tidak akan heran, jika ekspektasi investor atas harga saham tersebut terealisasi maka saham PGAS akan banyak diperdagangkan di Bursa Efek Indonesia.
"Sekarang investor menunggu penetapan harga saham dari Menteri Keuangan, mereka ingin kepastian itu dulu. Jika sudah ada kepastian maka para investor saya yakin akan melakukan akumulasi beli," katanya.
Subholding Bisnis Gas
Pengumuman lainnya yang juga dinantikan investor pasar modal adalah keputusan dari pemerintah untuk menjadikan PGN sebagai subholding bisnis gas Pertamina. Artinya dalam kerangka holding BUMN migas tersebut, negara dan Pertamina memberikan wewenang kepada PGN untuk menjalankan bisnis hilir gas bumi.
"Sebaiknya Pertamina fokus ke produksi dan distribusi BBM. Sementara PGN lebih banyak diberikan wewenang untuk menjalankan bisnis pemanfaatan gas bumi di sektor hilirnya. Jadi masing-masing fokus," ujar Nafan.
Nafan menganalisis, jika pemerintah benar-benar memutuskan PGN yang mengelola PT Pertamina Gas (Pertagas) maka kebijakan tersebut akan menjadi sentimen positif bagi PGN. Apalagi Kementerian ESDM menyatakan akan memberikan prioritas bagi perusahaan distributor gas bumi yang memiliki infrastruktur pipa sendiri, seperti PGN.
Nafan memperkirakan saham PGAS akan semakin menarik, bahkan secara teknikal ia berani meramal target price di level Rp 3.780 per saham dalam jangka panjang.
Dalam sepekan terakhir, harga saham PGAS berada di area koreksi wajar pasca manajemen PGN mengumumkan pengalihan 13,8 miliar lembar saham seri B milik negara kepada Pertamina. Jumlah tersebut setara dengan 56,96 persen saham seri B, sementara 43,04 persen saham PGN masih dimiliki publik.
Pada 19 Maret 2018 lalu, harga saham PGAS sempat menyentuh level Rp 2.210 per saham. Sementara harga penutupan tertinggi dalam seminggu terakhir terjadi pada 14 Maret 2018 di angka Rp 2.410 per saham.
Perubahan Status BUMN dan Kepemilikan Asing
Sementara terkait perubahan status PGN menjadi non-BUMN setelah resmi menjadi anak usaha Pertamina dalam holding, hal tersebut menurut Nafan tidak dipusingkan oleh para investor.
"Perubahan status itu tidak ada masalah bagi investor, karena dengan menjadi non-BUMN diharapkan manajemen PGN bisa lebih efisien dan efektif dalam menentukan strategi bisnisnya," tegas Nafan.
Demikian halnya dengan semakin bertambahnya jumlah saham publik yang dimiliki investor asing karena menilai saham PGN seksi untuk dikoleksi. Hal tersebut merupakan hal yang lumrah di pasar modal karena sifat saham publik dapat diperjualbelikan secara bebas baik oleh investor domestik maupun asing.
Sampai 28 Februari 2018, lima pemegang saham publik PGN terbanyak adalah BPJS Ketenagakerjaan sebesar 3,42 persen, Petronas sebesar 2,26 persen, BlackRock Investment dengan jumlah 1,64 persen, Vanguard Group 1,53 persen, dan Matthews International sebanyak 1,38 persen.
Kepemilikan sebagian saham publik oleh investor asing, diyakini tidak mengurangi independensi PGN dalam melakukan kegiatan hilir gas bumi dan menjalankan perannya subholding gas BUMN.
"Dengan semakin banyak asing yang masuk ke PGAS tidak akan berpengaruh banyak ke bisnis karena yang pegang saham mayoritas tetap Pertamina. Menurut saya seperti itu. Sekarang yang lebih penting adalah Pertamina memberikan wewenang bisnis gas hilirnya ke PGN," pungkas Nafan.
Analis Mandiri Sekuritas Bob Setiadi memperkirakan kinerja PGN akan terus membaik sepanjang 2018 ini. Pasalnya, pada 2017 lalu perusahaan berlogo api biru bisa meningkatkan margin bisnisnya sekaligus memangkas liabilitas sebagai modal kuat memasuki tahun buku yang baru.
Dalam catatan Bob, PGN bisa menorehkan lifting 39.233 barel oil equivalen per day (BOEPD), angka tersebut 30 persen lebih banyak dibandingkan lifting 2016 silam.
"Tahun lalu PGN tercatat menghabiskan belanja modal US$ 231 juta, yang 66 persen diantaranya dialokasikan untuk bisnis hilir. Tahun ini mereka diperkirakan akan menyediakan capex US$ 400 juta untuk pengembangan bisnisnya," kata Bob dalam riset.