Pelemahan Kurs Rupiah Terus Berlanjut, Levelnya Sudah Mendekati Rp 14.000
Ada ruang di mana antara kurs Rp 13.780-Rp 14.200, nilai tukar rupiah akan bergerak cepat.
Editor: Choirul Arifin
Laporan Reporter Kontan, Dian Sari Pertiwi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pelemahan nilai tukar rupiah bisa berlanjut. Secara teknikal, rupiah bahkan sangat rentan menyentuh level Rp 14.000 per dollar AS dalam waktu dekat ini.
Mengacu kurs tengah Bank Indonesia (BI), pada penutupan perdagangan Jumat (20/4) rupiah ditutup terkoreksi 0,19% ke level Rp 13.804 per dollar AS.
Sedangkan mengacu pasar spot, pada saat yang sama mata uang Garuda melemah lebih dalam hingga 0,78% ke level Rp 13.893 per dollar AS.
Ekonom Samuel Sekuritas Lana Soelistianingsih mengungkapkan, secara teknikal, saat rupiah tembus Rp 13.780 per dollar AS, maka potensi untuk semakin melemah lebih cepat.
Menurutnya, ada ruang di mana antara kurs Rp 13.780-Rp 14.200, nilai tukar rupiah akan bergerak cepat.
"Kita mungkin sudah pada level yang memang sudah sangat dekat (Rp 14.000 per dollar AS). Kalau sudah lewat Rp 13.780 per dollar AS, itu akan gampang sekali secara teknikal melesat ke atas (melemah). Nanti akan berhenti agak lama di Rp 14.200 per dollar AS," kata Lana saat dihubungi Kontan.co.id, Minggu (22/4/2018).
Beberapa isu yang sifatnya up and down masih menjadi faktor penyebab pelemahan rupiah.
Meskipun, diakui Lana, pelemahan terjadi bukan hanya pada rupiah, melainkan mata uang di negara lainnya.
Faktor eksternal jadi penyebab utamanya, seperti pengenaan tarif impor oleh Amerika Serikat (AS), rencana kenaikan suku bunga acuan bank sentral AS atau Fed Fund Rate (FFR), serta keputusan Presiden AS Donald Trump untuk menyerang Suriah.
"Ini membuat ketidakpastian di investor global, akhirnya, mereka akan memilih untuk lebih banyak pegang cash. Mata uang yang dipilih dollar yang juga dikenal sebagai save heaven currency, akhirnya permintaan dollar pun meningkat," jelasnya.
Di sisi lain, harga minyak yang meningkat membuat kebutuhan akan dollar AS di Tanah Air pun tinggi.
Diikuti sepanjang April, ada tren profit action oleh beberapa perusahaan dan agenda pemerintah untuk bayar utang menggunakan dollar.
Lana menilai, pelemahan rupiah tidak berkaitan dengan kondisi fundamental Tanah Air, mengingat kondisi ekonomi negara masih cukup baik.
"Rupiah kita pernah tembus Rp 14.600 di 2016, fundamental engga apa-apa tuh," ungkapnya.
Menurutnya, selama depresiasi rupiah masih dalam batas wajar, pemerintah tidak perlu bertindak.
Baca: Jadi Rebutan Selfie dan Tanda Tangan Pengunjung, Monster El Toro Loco Bintang Pameran IIMS 2018
Baca: Skutik PCX Hybrid Rakitan Lokal Dibanderol Rp 40 Jutaan
Bank Indonesia (BI) diminta untuk tetap menjaga pasar, sekaligus memastikan kapan waktu yang tepat untuk intervensi.
"Kita pernah terdepresiasi 3,5%-4% secara rata-rata, sementara saat ini 1% pun belum secara rata-rata. Selama belum ke sana (3,5%-4%), pemerintah baiknya tidak melakukan apa-apa, karena serba salah. Kalau keluarkan statemen, justru bisa buat pasar berfikir pemerintah panik," jelasnya.
Lana memperkirakan, selama bank sentral ada di pasar untuk intervensi, maka pergerakan rupiah memungkinkan berada pada kisaran Rp 13.780-Rp 13.880 per dollar AS.