Pengamat: Importasi Bawang Merah Berlabel Bawang Bombai Dikhawatirkan Merusak Pasar
Pemerintah diminta mencermati dengan serius perihal temuan bawang bombai mini impor berukuran umbi kurang dari 5 centimeter
Editor: Sanusi
TRIBUNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah diminta mencermati dengan serius perihal temuan bawang bombai mini impor berukuran umbi kurang dari 5 centimeter (cm) yang beredar di pasaran.
Upaya mengelabui importasi bawang merah atas nama impor bawang bombai, bisa merusak pasar dan menjatuhkan harga bawang merah lokal.
Pengamat pertanian IPB Dwi Andreas menuturkan, sejatinya karakteristik bawang merah dan bawang bombai sangatlah berbeda. Bawang bombai hanya memiliki satu umbi, sedangkan bawang merah terdiri atas beberapa umbi. Menjadi agak aneh jika bawang bombai bisa sangat mudah terjual sebagai bawang merah.
“Sudah barang tentu mesti ditata ulang lagi, apakah betul itu bawang bombai yang ukurannya kecil atau memang bawang merah,” ujar dia, Senin (11/6/2018).
Menurut Dwi pencegahan oleh balai karantina, Kementerian Pertanian belum memadai. Itu karena lembaga tersebut hanya bisa mencegah supaya produk hayati bermasalah tidak masuk ke Indonesia, misalnya soal penyakit maupun kandungan pestisida yang melebihi ambang batas.
“Karantina lebih banyak ke arah keamanan produknya, bukan jenis produknya,” katanya.
Untuk diketahui, tim penyidik Kementerian Perdagangan telah menyita 670 ton bawang bombai yang tidak sesuai dengan ukuran yang ditetapkan Kementan. Bawang bombai itu disimpan di dua gudang di kawasan Jalan Letda Sujono, Medan dan di kawasan hamparan perak Kabupaten Deliserdang.
Berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian Nomor 105 Tahun 2017, ditetapkan bawang bombai yang diimpor harus memiliki ukuran umbi minimal 5 cm. Selain itu, ada juga aturan dalam Permendag Nomor 16 Tahun 2018 tentang Perubahan Ketiga atas Permendag No. 30/M-DAG/PER/5/2017 tentang Ketentuan Impor Produk Hortikultura.
Kecurigaan bawang bombai impor tersebut adalah bawang merah, dikarenakan bentuknya yang lebih besar dibandingkan produksi nasional. Dirjen Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga Kementerian Perdagangan Veri Angrijono pun menyatakan, secara bentuk, bawang bombai mini tersebut sangat mirip dengan bawang merah.
Masalahnya, perizinan yang dimiliki importir adalah izin impor bawang bombai.
“Secara kasat mata kita duga itu bawang merah. Ini kan berpotensi merugikan petani bawang merah. Mereka tidak bisa menjual di pasar karena beredarnya bawang-bawang itu,” tukasnya.
Ketua Bidang Pemberdayaan Fortani, Pieter Tangka melihat, bawang bombai mini memang sangat mungkin dijual sebagai bawang merah mengingat bentuknya yang sama persis. Menurutnya, pelanggaran bawang bombai mini yang dijual sebagai bawang merah pun tidak sekali ini saja terjadi.
Ia menyebutkan, banyak importir nakal yang memilih jalan mengimpor bawang bombai mini untuk dijual sebagai bawang merah, mengingat Kementerian Pertanian sudah tidak mengeluarkan Rekomendasi Impor Produk Hotikultura (RIPH) bawang merah, mengingat produksi nasional yang sudah cukup. Pada 2017, bawang merah Indonesia yang diekspor mencapai 7.750 ton.
Sayangnya, importasi ini terus berlangsung karena HS code bawang bombai yang besar maupun yang kecil tidak dibedakan. “Jadi, kirim bombai yang apa saja, tetap dianggap bombai, padahal barangnya mini bombai. Karena HS code-nya sama. Di situlah titik rawannya,” tuturnya.
Terpisah, Dirjen Hortikultura Kementerian Pertanian Suwandi mengatakan, pihaknya masih terus menelusuri temuan tersebut. Namun dia memastikan, perusahaan-perusahaan yang terlibat dalam impor ini akan dikenakan sanksi administrasi.
“Kita cabut izinnya tidak diterbitkan lagi. Sanksi administrasinya itu,” ucapnya.
Pencabutan keputusan impor hingga pemusnahan komoditas siap mengadang para pelaku impor bawang bombai mini tersebut.
Kementan menelusuri ada impor bawang bombai yang masuk secara ilegal ke Indonesia. Bawang ini disebut menyerupai bawang merah sehingga berpotensi merugikan petani dalam negeri.
Direktur Sayuran dan Tanaman Obat Ditjen Hortikultura Kementan, Prihasto Setyanto mengatakan, sejak 2016, pihaknya sudah tidak lagi mengeluarkan rekomendasi impor bawang merah (shallot). Sebab, produksi di dalam negeri per tahun sudah mencapai lebih dari 1,45 juta ton, sementara kebutuhan hanya berkisar 1,2 juta ton.