Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Bisnis

Analis: Harga Rendah, Momentum Pas Borong Saham PGAS

kalaupun PGAS gagal menutup gap, harga saham emiten yang kini menjadi subholding bisnis gas Pertamina tersebut kemungkinan akan mencapai Rp1.900.

Editor: Sanusi
zoom-in Analis: Harga Rendah, Momentum Pas Borong Saham PGAS
TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
ilustrasi 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Analis teknikal menilai saham PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGAS) saat ini sudah mengalami jenuh jual, sehingga ada potensi menutup gap yang tercipta pada level Rp1.900-1.950.

Research Manager Shinhan Sekuritas Indonesia, Teuku Hendry Andrean mengatakan, dari sisi stochastic saham PGAS sudah mengalami oversold. Harga saham PGAS sudah bergerak di bawah lower bollinger band-nya.

“Momentum seperti ini saatnya investor melakukan akumulasi beli,” ujar Hendry saat dihubungi.

Menurut Hendry, kalaupun PGAS gagal menutup gap, harga saham emiten yang kini menjadi subholding bisnis gas PT Pertamina (Persero) tersebut kemungkinan akan mencapai Rp1.900.

Sementara itu, analis Kresna Sekuritas, Robertus Yanuar Hardy menjelaskan, akuisisi 51 persen saham PT Pertamina Gas (Pertagas) bisa meningkatkan kinerja PGN ke depan yang otomatis akan mendongkrak harga sahamnya.

Hal itu terjadi karena perseroan berpotensi menguasai lebih dari 96 persen jaringan pipa transmisi dan distribusi gas nasional yang secara signifikan bisa meningkatkan pendapatan.

Meski sejumlah investor mengkhawatirkan metode akuisisi Pertagas dengan kombinasi kas internal dan pendanaan dari luar karena dapat mengurangi cadangan kasnya, dia menilai fundamental PGN masih aman.

Berita Rekomendasi

“Tetapi lebih aman jika metodenya bukan dengan leverage buy out,” terangnya.

Dia menekankan, prospek PGN secara fundamental setelah konsolidasi dengan Pertagas sangat bagus. Tetapi investor tetap akan melihat terlebih dahulu besarnya bunga utang yang akan ditanggung PGN setelah proses akuisisi selesai.

Setelah proses akuisisi 51 persen saham Pertagas, total aset PGN berdasarkan laporan keuangan perseroan audit 2017 akan mencapai 7,72 miliar dolar AS, meningkat dari sebelumnya 6,29 miliar dolar AS.

Pagi ini posisi saham PGAS berada di level Rp 1.570. Harga tersebut 0,95 persen lebih rendah ketimbang posisi perdagangan pada penutupan kemarin sore yang berada di level Rp 1.585.

Posisi tertinggi saham PGAS dalam rentang satu bulan terakhir berada di Rp 2.090 per lembar saham. Sementara terendah di Rp 1.525.

Perlahan tapi pasti, saham PGAS mulai kembali pada tren penguatan ditandai dengan kenaikan hingga pagi ini yang menanjak ke level Rp 1.570.

Sebelumnya Moody's Investors Service mematok peringkat utang PGN menjadi Baa2 dengan outlook stabil pada Jumat (6/7). Rating itu juga berlaku bagi surat utang emiten tersebut. Penetapan rating ini dihitung usai PGN mengumumkan keputusan mengambil 51 persen saham Pertagas senilai Rp 16,6 triliun.

"Moody's memahami PGN berencana mendanai dana akuisisi tersebut dari utang baru dan kas internal yang sampai 31 Maret 2018 lalu jumlahnya mencapai 1,19 miliar dolar AS," ujar Abhishek Tyagi, Vice President sekaligus Analis Senior Moody's dikutip dari risetnya.

Tyagi menjelaskan, meskipun utang baru untuk membeli saham Pertagas bakal melemahkan matriks keuangan PGN, namun angkanya masih aman karena lebih tinggi dari angka toleransi atas rating tersebut di kisaran 9-12 persen.

"Dalam beberapa tahun terakhir, PGN berhasil menjaga konsistensi peningkatan pendapatan meskipun terjadi penyesuaian harga gas dan tarif distribusi yang ditetapkan pemerintah. Jadi munculnya beban utang baru masih aman bagi PGN," kata Tyagi.

Arandi Ariantara, Analis Senior PT Samuel Sekuritas Indonesia juga memperkirakan PGN tidak akan kesulitan dalam mencari pendanaan eksternal sekitar Rp 11,06 triliun untuk menuntaskan pembelian mayoritas saham Pertagas.

"PGN itu nett gearing ratio-nya hanya 43 persen di 2017 belum mencapai 100 persen atau 1 kali. Ketika dia meminjam 800 juta dolar AS, itu nett gearing-nya hanya bertambah ke 91 persen atau tetap tidak sampai 1 kali. Sehingga kalau dia mau meminjam saja dari bank, itu masih kuat," jelas Arandi.

Ia menambahkan, selain itu PGN juga melakukan bisnis dalam denominasi dolar Amerika Serikat. Sehingga gejolak nilai tukar rupiah terhadap dolar, tidak berpengaruh pada pembukuan PGN.

"Jadi PGN bisa pinjam dalam denominasi dolar. Mau naik turun rupiah tidak berpengaruh ke mereka," katanya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas