DPR Sahkan UU PNBP, Sri Mulyani: Diharapkan Lebih Efisien
Dewan Perwakilan Rakyat hari ini mengesahkan Rancangan Undang-Undang Penerimaan Negara Bukan Pajak (RUU PNBP)
Penulis: Syahrizal Sidik
Editor: Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Dewan Perwakilan Rakyat hari ini mengesahkan Rancangan Undang-Undang Penerimaan Negara Bukan Pajak (RUU PNBP) menjadi Undang-undang PNBP dalam rapat Paripurna hari ini.
Mengawali Rapat Paripurna, pimpinan Komisi XI, Achmad Hafisz Tohir menyampaikan, Komisi XI DPR sebelumnya telah melakukan rapat kerja dengan Pemerintah yang diwakili Menteri Keuangan RI dan Menteri Hukum dan HAM, dengan acara pengambilan Keputusan Pembicaraan Tingkat I terhadap RUU PNBP, kemarin.
Dalam rapat kerja tersebut, 7 fraksi sepakat menyetujui untuk RUU PNBP disahkan menjadi Undang-undang. Fraksi PKS menerima dengan minderheidsnota, sedangkan Fraksi Partai Gerindra dan Fraksi Partai Hanura tidak hadir.
“Kita mengharapkan dengan disetujuinya RUU tentang Pendapatan Negara Bukan Pajak dapat mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik dan meningkatkan akuntabilitas, dann mengoptimalkan pendapatan Negara dari PNBP,” kata Hafisz di Gedung DPR, Senayan, Jakarta (26/7/2018).
Seusai pidato pimpinan Komisi XI, Wakil Ketua DPR Fadli Zon yang memimpin sidang Paripurna pun memberikan kesempatan kepada Menteri Keuangan Sri Mulyani menyampaikan pokok-pokok penyempurnaan RUU PNBP yang telah disepakati antara pemerintah dan DPR.
Dalam paparannya, Sri menyampaikan beberapa pokok penyempurnaan seperti mengenai definisi dan ruang lingkup PNBP. Selanjutnya, pengelompokkan objek PNBP menjadi enam klaster yaitu pemanfaatan sumber daya alam, pelayanan, pengelolaan kekayaan negara dipisahkan, pengelolaan barang milik negara, pengelolaan dana, dan hak negara lainnya.
"Apakah RUU PNBP bisa disetujui untuk disahkan menjadi Undang-undang?,” tanya Wakil Ketua DPR Fadli Zon kepada 197 anggota dewan yang menghadiri sidang Paripurna.
"Setuju!" seru anggota dewan.
Menteri Keuangan Sri Mulyani menyampaikan, dengan disahkannya UU PNBP baru menggantikan UU Nomor 20/1997 diharapkan akan mampu mengatasi permasahalan dalam pengelolaan PNBP ke depannya.
Sebab, saat ini dalam praktiknya masih ada pungutan yang tidak memiliki dasar hukum yang kuat, PNBP yang terlambat atau tidak disetor ke kas negara, maupun penggunaan langsung PNBP yang dilakukan di luar mekanisme APBN.
“Banyak sekali perubahan yang terjadi, terutama ada dari sisi praktik PNBP yang perlu disempurnakan. Dengan adanya Undang-undang ini kita berharap tata kelola PNBP makin baik, jelas dan efisien,” jelas Sri Mulyani.