Laporan Wartawan Tribunnews.com, Syahrizal Sidik

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA — Badan Pusat Statistik menyatakan neraca perdagangan pada Juli 2018 defisit sebesar 2,03 miliar dolar AS.

Sementara, secara kumulatif pada Januari hingga Juli 2018, defisit neraca dagang menjadi 3,09 miliar dolar AS.

Kepala BPS Suhariyanto mengatakan, defisitnya neraca perdagangan pada Juli 2018 lantaran nilai impor yang lebih tinggi dari ekspornya.

Tercatat, pada Juli 2018 nilai impor naik cukup tajam, yakni 62,17 persen menjadi 18,27 miliar dolar AS.

Sedangkan nilai eskpor memang naik 25,19 persen menjadi 16,24 miliar dolar AS, namun peningkatan impor pada Juli 2018 masih lebih tinggi.

“Penyebabnya agak tidak biasa bahwa defisit 2,03 miliar dolar AS berasal dari migas sebesar 1,18 miliar dolar AS dan non migas 845 juta dolar AS,” kata Suhariyanto, di Kantor Pusat BPS, Jakarta, Rabu (15/8/2018).

Suhariyanto menuturkan, ada beberapa komoditas impor yang mengalami kenaikan, di antaranya untuk barang konsumsi seperti apel dari Tiongkok.

Baca: Kurang dari Sebulan, GO-JEK Klaim Kuasai 10 Persen Pangsa Pasar di Vietnam

Bahan baku atau penolong menyumbang impor sebesar 13,67 miliar dolar AS, salah satu komoditasnya penyumbangnya adalah kapas dari Amerika Serikat.

Sedangkan, untuk barang modal tercatat menyumbang nilai impor sebesar 2,88 miliar dolar AS.

“Kita berharrap ke depannya bisa surplus, karena ada pengaruhnya ke pertumbuhan ekonomi,” imbuh Suhariyanto.

Untuk diketahui, pada Juni 2018, neraca perdagangan mengalami surplus 1,74 miliar dolar AS. Surplus neraca perdagangan Juni 2018 terjadi karena nilai ekspor yang lebih tinggi mencapai 13 miliar dolar AS, sedangkan impor sebesar 11,26 miliar dolar AS.