Besarnya Impor Migas Jadi Penyebab Defisit Neraca Perdagangan
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat neraca perdagangan Indonesia pada Juli 2018 mengalami defisit hingga US$2,03 miliar
Editor: Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat neraca perdagangan Indonesia pada Juli 2018 mengalami defisit hingga US$2,03 miliar. Defisit neraca perdagangan tersebut berasal dari impor yang telah mencapai US$18,27 miliar serta ekspor yang baru mencapai US$16,24 miliar.
Namun jika dicermati, jika saja impor migas tak meningkat terlalu besar, kinerja perdagangan Indonesia masih bisa dibilang ciamik. Hal ini terlihat pada ekspor nonmigas pada Juli 2018 yang tumbuh tinggi dibandingkan bulan sebelumnya. Tren ekspor non migas pun diyakini masih akan tumbuh ke depannya.
Anggota Komisi XI DPR RI Hendrawan Supratikno mengatakan, untuk mengatasi defisit perdagangan, pemerintah diharapkan meningkatkan produksi migas sendiri. "Salah satunya program peningkatan penggunaan biodiesel dijalankan sesuai rencana," ujar politisi PDIP ini dalam keterangannya, Rabu (15/8).
Dari sisi ekspor, ia menyarankan perlunya pemberian insentif untuk produk-produk dengan konten lokal yang besar. "Hilirisasi industri juga harus dilakukan secara serius agar produk-produk ekspor bernilai tambah tinggi," imbuhnya.
Direktur Eksekutif Departemen Statistik Bank Indonesia Yati Kurniati menuturkan, peningkatan defisit neraca perdagangan migas dipengaruhi naiknya impor migas, seiring kenaikan harga minyak global dan permintaan yang lebih tinggi.
Sementara, Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan nilai ekspor pada Juli 2018 mencapai US$16,24 miliar atau tumbuh 25,19% dibandingkan bulan sebelumnya (month to month). Sedangkan, dibandingkan bulan yang sama tahun sebelumnya, ekspor tumbuh 19,33% secara tahunan atau year on year.
Jika dirinci, ekspor nonmigas Juli mencapai US$14,81 miliar. Capaian ini tumbuh 31,18% dibandingkan Juni 2018. Sementara dibandingkan ekspor nonmigas Juli 2017 juga naik 19,03%.
Secara kumulatif, nilai ekspor Indonesia Januari–Juli 2018 mencapai US$104,24 miliar atau meningkat 11,35% dibanding periode yang sama tahun 2017.
Industri berjalan baik
Sedangkan ekspor nonmigas mencapai US$94,21 miliar atau meningkat 11,05%. Patut dicatat, kinerja ekspor yang baik ini, dicapai pada saat kondisi perekonomian global yang belum pulih.
Pun, jika hanya melihat impor non migas, masih dinilai sehat karena masih banyak berupa bahan baku penolong ataupun bahan modal yang mengindikasikan industri berjalan baik.
“Ini menunjukkan kegiatan ekonomi atau kegiatan industri mungkin sudah membaik karena ada permintaan bahan kimia organik. Kemudian besi dan baja untuk sektor konstruksi,” kata Ekonom dari Universitas Indonesia Lana Soelistianingsih, Rabu (15/8).
Menurutnya, jika ada impor bahan baku atau barang modal, kemungkinan akan ada peningkatan ekspor dalam waktu tiga bulan ke depan. “Kalau importir impor sekarang, itu biasanya untuk dua tiga bulan ke depan,” ujarnya.
Berdasarkan data BPS, nilai neraca perdagangan Indonesia pada Juli 2018 mengalami defisit US$2,03 miliar, dipicu oleh defisit sektor migas US$1,19 miliar dan nonmigas US$0,84 miliar.
Peningkatan impor migas dipicu oleh naiknya nilai impor seluruh komponen migas, yaitu minyak mentah, hasil minyak dan gas masing-masing US$ 81,2 juta (15,01%), US$ 382,4 juta (28,81%) dan US$ 11,7 juta (4,29%).
Kepala Badan Pusat Statistik Suhariyanto menjabarkan, impor nonmigas menurut golongan barang yang terbesar berperan terhadap total impor nonmigas Januari-Juli 2018, yang pertama adalah golongan barang mesin dan pesawat mekanik yaitu perannya sebesar 16,78%.
Kemudian, golongan lainnya yang berperan terhadap total impor nonmigas Januari-Juli 2018 adalah mesin dan peralatan listrik (13,45%), besi dan baja (6,26%), plastik dan barang dari plastik (5,71%), serta bahan kimia organik (4,4%).
Sementara itu, golongan barang impor nonmigas yang mengalami penurunan terbesar adalah golongan gula dan kembang gula, serta bijih, kerak dan abu logam.
“Banyaknya impor bahan modal seperti permesinan serta plastik, besi dan baja, memang tinggi antara lain karena gencarnya pemerintah dalam rangka menggalakkan pembangunan infrastruktur di berbagai daerah,” tuturnya.
Dijelaskan Suhariyanto, meskipun penyumbang terbentuknya defisit neraca perdagangan di bulan Juli adalah pertumbuhan impor migas maupun nonmigas.
Namun sesungguhnya, tingginya impor di sektor migaslah menjadi penyebab utama defisit neraca perdagangan yang mencapai US$3,09 miliar. “Defisit Januari-Juli 2018 sebesar US$3,09 miliar disebabkan karena migas. Kita tahu harga migas memang sedang naik,” ujarnya.
Terkait tingginya impor migas, Lana berharap pemerintah segera merealisasikan program biofuel demi memangkas impor migas. Juga, merealisasikan pembangunan kilang.
“Lalu, dengan infrastruktur yang sudah mau selesai seperti MRT dan LRT, itu mungkin akan mengurangi impor minyak. Kan sebentar lagi mau jadi,” tuturnya.
Berita Ini Sudah Dipublikasikan di KONTAN, dengan judul: Besarnya impor migas pemicu defisit neraca perdagangan