Perbandingan Pelemahan Rupiah Saat 1998 dan 2018
Pada September 1998 lalu rupiah terdepresiasi hingga 254 persen dibandingkan September 2017 atau dari Rp 3.030 menjadi Rp 10.725 per dolar AS.
Penulis: Apfia Tioconny Billy
Editor: Hendra Gunawan
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Apfia Tioconny Billy
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) yang melemah saat ini dikaitkan dengan keadaan ekonomi pada 1998 lalu.
Pada September 1998 lalu rupiah terdepresiasi hingga 254 persen dibandingkan September 2017 atau dari Rp 3.030 per dolar AS menjadi Rp 10.725 per dolar AS.
Sementara pada September 2018 dibandingkan dengan September 2017 rupiah terdepresiasi 11 persen dari Rp 13.355 per dolar AS menjadi Rp 14.815 dolar AS.
Sedangkan pada Selasa (4/8/2018) kemarin nilai tukar rupiah terhadap dolar AS menyentuh angka tertingginya hingga Rp 15.000.
Baca: Melemahnya Nilai Tukar Rupiah Berakibat Naiknya Harga Laptop
President ASEAN International Advocacy, Shanti Ramchand Shamdasani mengatakan kejadian 2018 dengan 1998 memang sama tapi penyebabnya berbeda.
Kalau 1998 bisa dikatakan gejolak ekonominya lebih parah karena sistem perbankan banyak yang tutup atau berusaha bertahan dengan membentuk bank gabungan.
"Sama tapi makna beda. 1998 dulu banking sistem juga jatuh, banyak bank tutup. Banyak yang merger," kata Shanti di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Rabu (6/9/2018).
Sedangkan saat ini kinerja perbankan disebutkan masih stabil namun sistem perbankan belum bisa mengikuti teknologi perbankan yang berkembang seturut dengan berkembangnya e-commerce.
"Pertama banking sistem, mereka tidak antisipasi e-commerce sampai begitu berkembang," ungkap Shanti.
Lebih mengerucut, Shanti mengatakan kalau 1998 pelemahan rupiah karena banyaknya spekulan atau mafia rupiah sedangkan di 2018 rupiah melemah karena adanya efek perang dagang dari Amerika.
Namun dibandingkan negara lain, dampak ke perekonomian Indonesia tidak sebesar seperti yang dirasakan India, Turki, maupun Argentina.
"Lalu trade war, kaji ulang agreement bilateral yang sedang dilakukan AS dan negara lain.
Negara lain dampaknya India 71 persen, Turki 40 persen, Argentina 37 persen, di asean sendiri Indonesia 7,3 persen masih sangat bagus posisinya," tutur Shanti.