Saatnya Beli Saham Ketika Bursa Terpuruk
Analis Semesta Indovest Aditya Perdana menyebut, di tengah pasar koreksi, investor bisa bermain aman pada saham-saham LQ45 dan sektor komoditas
Editor: Hendra Gunawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) jeblok 3,76% ke level 5.683,50 kemarin (5/9). Pekan ini, indeks acuan bahkan sudah terpangkas 5,57%. Hampir semua saham penghuni indeks LQ45 rontok.
Analis teknikal Kresna Sekuritas William Mammudi menilai, penurunan saat ini merupakan skenario wajar yang kerap terjadi selama Agustus hingga September. Berdasarkan siklus, periode ini menjadi puncak tekanan jual.
Prediksi dia, pekan ini, level support IHSG ada di 5.550. "Tapi, jika pola ini berulang, setelah September, IHSG akan rally kencang. Jadi, investor tidak perlu khawatir. Ini hanya koreksi biasa," kata William kepada Kontan, Rabu (5/9/2018).
Apalagi, fundamental ekonomi domestik sejatinya tidak buruk. Pertumbuhan ekonomi masih sesuai target dan inflasi masih stabil. Itu sebabnya, sejumlah analis melihat koreksi pasar bisa dimanfaatkan untuk menadah saham-saham yang murah.
Namun, kata William, harus tetap memperhatikan prospek saham. Dia menyarankan beli saham bluechip sektor perbankan, konsumer dan komoditas. "Investor cukup aman kembali berbelanja pada pertengahan November," kata dia, Rabu (5/9).
Saham komoditas
Muhammad Wafi, analis Bahana Sekuritas, mengatakan, secara fundamental emiten di BEI masih cukup baik. Saham perbankan masih bisa diakumulasi beli, apalagi kapitalisasi pasar emiten bank masih cukup baik.
Dia menyarankan beli saham BBRI dan BBCA. Target harga akhir tahun BBRI di Rp 4.530 dan BBCA Rp 27.600 per saham.
Selain itu, saham-saham komoditas juga menarik dibeli saat harga murah, seperti UNTR. "Harga komoditas masih positif dan berpotensi merangkak," papar Wafi. Target harga akhir tahun UNTR di Rp 41.100.
Analis Semesta Indovest Aditya Perdana menyebut, di tengah pasar koreksi, investor bisa bermain aman pada saham-saham LQ45 dan sektor komoditas.
."Pekan ini, investor bisa cicil beli SRIl, SSMS, LSIP, TBLA," saran dia. Meski harganya sudah turun signifikan, analis menilai bisnis emiten ini masih prospektif.
William Hartanto, analis Panin Sekuritas, menyebut, investor bisa mulai beli saham yang cenderung defensif. Selain itu, saham sektor komoditas masih bagus, terutama LSIP.
"Karena agrikultur merupakan sektor terkuat kemarin. Juga ada sentimen kebijakan biodiesel (B20) yang berlaku mulai bulan ini. Jadi masih ada ruang penguatan saham LSIP," kata William. Dia menargetkan LSIP akhir tahun ini di level Rp 1.500.
Wafi memberikan pilihan lain. Saham ritel, seperti ERAA dan RALS, menarik. Sentimen tahun politik berpeluang mendongkrak daya beli, sehingga berpengaruh pada permintaan produk ritel.
INKP dan TKIM juga layak dikoleksi. Tahun ini, performa saham emiten kertas ini memang moncer. Target harga INKP diprediksi di Rp 24.150. (Elisabet Lisa Listiani Putri, Intan Nirmala Sari )