BI Pertahankan Suku Bunga Acuan di Level 5,75 Persen
Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia memutuskan tetap mempertahankan tingkat suku bunga acuan BI 7 Day Reverse Repo Rate di level 5,75 persen.
Penulis: Syahrizal Sidik
Editor: Fajar Anjungroso
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Syahrizal Sidik
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA — Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia memutuskan tetap mempertahankan tingkat suku bunga acuan BI 7 Day Reverse Repo Rate di level 5,75 persen.
Adapun, suku bunga penyimpanan tetap di level 5,00 persen dan suku bunga pinjaman sebesar 6,50 persen.
“Keputusan tersebut konsisten dengan upaya untuk menurunkan defisit transaksi berjalan ke dalam batas aman dan mempertahankan daya tarik pasar keuangan domestik sehingga dapat semakin memperkuat ketahanan eksternal Indonesia di tengah ketidakpastian global yang masih tinggi,” kata Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia, Mirza Adityaswara di Kompleks Bank Indonesia, Jakarta, Selasa (23/10/2018).
MIrza melanjutkan, Bank Indonesia terus menempuh strategi operasi moneter yang diarahkan untuk menjaga kecukupan likuiditas baik di pasar Rupiah maupun pasar valas serta secara efektif memberlakukan transaksi Domestic Non-Deliverable Forward (DNDF) mulai 1 November 2018.
Bank Indonesia juga memperkuat koordinasi dengan Pemerintah dan otoritas terkait untuk menjaga stabilitas ekonomi dan memperkuat ketahanan eksternal, termasuk untuk mendorong ekspor dan menurunkan impor sehingga defisit transaksi berjalan dapat menurun dengan prakiraan kisaran 2,5 persen PDB pada 2019.
“Bank Indonesia akan terus mencermati perkembangan perekonomian seperti defisit transaksi berjalan, nilai tukar, stabilitas sistem keuangan, dan inflasi untuk menempuh langkah lanjutan guna memastikan tetap terjaganya stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan,” ungkapnya.
Baca: Ternyata Suzuki Ertiga versi Ekspor sudah Kantongi Standar Euro V
Seperti diketahui, dalam Rapat Dewan Gubernur September 2018, BI menaikkan tingkat suku bunga acuan BI 7-day Reverse Repo Rate sebesar 25 basis poin menjadi 5,75 persen.
Keputusan tersebut mempertimbangkan faktor eksternal maupun domestik. Dari sisi eksternal, pertumbuhan ekonomi global semakin tidak merata. Ketidakmerataan pertumbuhan ekonomi global tersebut tidak terlepas dari ketegangan perdagangan antara Amerika Serikat dengan China dan dengan sejumlah negara lainnya.
Sementara, dari sisi domestik, Bank Indonesia menilai, konsumsi tetap kuat didukung perbaikan pendapatan dan belanja terkait pemilu.