Faisal Basri Prediksi Tren Pelemahan Rupiah Masih Berlanjut
Depresiasi Rupiah juga masih lebih rendah dari pelemahan yang terjadi di Brasil, India, Afrika Selatan, dan Turki.
Penulis: Syahrizal Sidik
Editor: Fajar Anjungroso
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Syahrizal Sidik
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA — Ekonom senior Faisal Basri memprediksi, tren pelemahan Rupiah masih akan berlanjut di tahun depan.
Kendati pemerintah mematok asumsi kurs Rupiah dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2019 di level Rp 15.000 per dolar Amerika Serikat, tekanan pada nilai tukar masih ada.
“Pemerintah saja bikin asumsi APBN sudah Rp 15 ribu, biasanya realisasi lebih tinggi daripada target, trennya akan melemah,” ungkap Faisal Basri kepada Tribunnews.com, Rabu (24/10/2018), di Hotel Bidakara, Jakarta.
Faisal menjelaskan, kondisi defisit transaksi berjalan yang masih defisit, rentan membuat Rupiah melemah. Seperti diketahui, pada pada triwulan pertama 2018, transaksi berjalan Indonesia defisit 5,71 miliar dolar AS atau 2,21 persen Produk Domestik Bruto.
Defisit itu kian melebar pada triwulan kedua 2018 menjadi sebesar 8,02 miliar dollar AS atau 3,04 persen PDB.
Sementara dari sisi eksternal, rencana bank sentral Amerika Serikat yang masih akan menaikkan suku bunga acuan dan meningkatnya eskalasi perang dagang antara Amerika Serikat dengan China membayangi pergerakan Rupiah.
“Jadi sederhana aja, apakah tahun depan transaksi berjalan akan menjadi surplus, kan tidak. Sepanjang transaksi berjalan defisit, dan arus modal masuk melemah, maka Rupiah akan terus melemah,” kata Faisal Basri.
Secara terpisah, Bank Indonesia menyatakan depresiasi Rupiah terhadap dolar Amerika Serikat sebesar 10,65 persen sejak awal tahun ini, volatilitasnya masih terjaga.
Depresiasi Rupiah juga masih lebih rendah dari pelemahan yang terjadi di Brasil, India, Afrika Selatan, dan Turki.
Baca: Kemenpar Siapkan Konsep Pengembangan Wisata Alam dalam FGD
Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia Mirza Adityaswara mengatakan, tekanan pelemahan Rupiah pada September 2018 berlanjut pada Oktober 2018 sejalan dengan pergerakan mata uang negara peers.
“Rupiah secara rata-rata melemah sebesar 2,07 persen pada September 2018 dan sedikit melemah pada Oktober 2018,” kata Mirza Adityaswara, Selasa (24/10/2018) di Kompleks Bank Indonesia, Jakarta.
Bank Indonesia, lanjut Mirza, terus melakukan langkah-langkah stabilisasi nilai tukar sesuai nilai fundamentalnya dengan tetap menjaga bekerjanya mekanisme pasar, didukung upaya-upaya pengembangan pasar keuangan.
“Kebijakan tersebut diarahkan untuk menjaga volatilitas Rupiah serta kecukupan likuiditas di pasar sehingga tidak menimbulkan risiko terhadap stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan,” ungkapnya.
Untuk mengingatkan, nilai tukar Rupiah terhadap dolar Amerika Serikat sore ini, ditutup melemah ke posisi Rp 15.197 per dolar AS dari posisi awal perdagangan Rp 15.187 per dolar AS.
Dengan posisi kurs sore ini, depresiasi Rupiah sejak awal tahun ini menjadi 12,11 persen. Bloomberg mencatat, hari ini Rupiah ditransaksikan pada kisaran Rp 15.180 - Rp 15.198 per dolar AS.
Adapun, berdasarkan data kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) Bank Indonesia, Rupiah ditutup menguat ke posisi Rp 15.193 per dolar AS dari posisi sebelumnya Rp 15.208 per dolar AS.