Petani Sawit di Inhu Menjerit, Harga Tandan Buah Segar Anjlok Hingga Rp 600 Per Kg
Harga TBS kelapa sawit itu belum harga yang diterima petani, karena yang diterima petani hanya Rp 250.
Editor: Hendra Gunawan
Laporan Wartawan Tribuninhu.com, Bynton Simanungkalit
TRIBUNNEWS.COM, INHU - Harga Tandan Buah Segar (TBS) kelapa sawit di Kecamatan Rakit Kulim, Kabupaten Indragiri Hulu (Inhu), Riau, Indonesia saat ini hanya Rp 880 bahkan ada yang di kisaran Rp 600 per Kilogram, harga itu turun dari harga sebelumnya Rp 1.050.
Harga TBS kelapa sawit itu belum harga yang diterima petani, karena yang diterima petani hanya Rp 250.
Petani Kelapa Sawit di Rakit Kulim, Joni Sigiro kepada Tribuninhu.com mengaku, harga TBS kelapa sawit Rp 880 sudah berlangsung selama sebulan.
"Sudah sebulan ini harga TBS kelapa sawit Rp 880, itu kalau dijual ke ram karena PKS gak menerima buah dari sini lagi karena buah PKS juga banyak," kata pria yang akrab disapa Giro itu.
Harga yang terlalu rendah sangat merugikan petani.
Giro berkata, dari harga tersebut petani hanya menerima Rp 250.
"Gak cukuplah untuk hidup," katanya.
Petani kelapa sawit di Kabupaten Indragiri Hulu (Inhu) mengeluhkan soal harga sawit yang rendah.
Emy Rosyadi, salah satu petani kelapa sawit Inhu mengungkapkan saat ini harga kelapa sawit di Kabupaten Inhu mencapai kisaran Rp 600 sampai Rp 700 per kilogram.
Harga tersebut sudah bertahan selama dua bulan belakangan.
"Harga sawit di pengumpul atau di ram sekarang kisaran Rp 600 sampai Rp 700, tapi kalau PKS masih Rp 930," kata Emi, Selasa (20/11/2018). Emi berkata sebelumnya harga sawit di Kabupaten Inhu sempat mencapai Rp 1300 pada tiga bulan lalu. Namun dua bulan belakangan harga itu menurun drastis hingga di bawah Rp 1000.
Emi melanjutkan harga buah sawit yang terlalu rendah sangat merugikan petani. Menurut Emi, harga buah itu harus dipotong untuk upah panen sebesar Rp 250.
Baca: Sakit Hati Bapak Kos yang Tersingkir Jadi Dendam Membara Karena Perlakuan Diperum
Sehingga petani sawit sering kali hanya menerima Rp 350 per kilogram dari sekali panen.
Selain itu, harga yang terlalu rendah membuat petani kesulitan untuk melakukan perawatan terhadap tanaman sawitnya.
"Ngak ada cerita pupuk perwatan kini, untuk makan aja petani kami banyak yang sudah susah banget," katanya.
Pada kondisi yang sulit itu, petani merasa pemerintah tidak pernah perduli.
"Setahu yang saya tahu dan saya rasa dan sakit rasa belum ada dibantu (pemerintah red)," katanya. Bahkan dirinya merasa petani kelapa sawit diabaikan.
Kondisi saat ini juga diperparah dengan kampanye aktivis lingkungan hidup Greenpeace.
Emy yang juga ketua Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) Inhu itu menyesalkan adanya kampanye peralwanan dari aktivis Greenpeace.
"Kalau menurrut saya kampanye tersebut sangat biadab, diduga ada kepentibgan luar negri bermain di sini, karena komoditi bunga matahari dan kedelai yang jadi komoditi andalan Eropa kalah bersaing di pangsa pasar mereka dari CPO. Lalu mereka memperalat misalnya Greenpeace untuk membuat kampanye negatif," katanya.
Meski begitu Emi tidak bisa membantah bahwa pembukaan perkebunan kelapa sawit memiliki dampak terhadap pelestarian lingkungan dan satwa.
"Dampak tentu ada tapi kembali lagi tujuan bernegara adalah mensejahterakan masyarakat," ujarnya.
Untuk mengatasi kerusakan lingkungan, Emi menegaskan mestinya tata kelola lingkungan yang lebih ditingkatkan.
"Kalau sudah terlanjur gimana lagi," pungkasnya.
Harga TBS Kelapa Sawit di Riau Semakin Membuat Petani 'Menjerit'
Harga Tandan Buah Segar (TBS) kelapa Sawit di Riau semakin minggu semakin turun, dan kondisi ini membuat petani kelapa sawit 'menjerit'.
Belum diketahui pasti apa penyebab harga TBS semakin hari semakin turun.
Harga TBS saat ini membuat petani sawit semakin 'menjerit karena harga pupuk kelapa sawit yang tidak kunjung turun.
Kondisi ini dirasakan seorang petani kelapa sawit perorangan di Rambah Muda, Rian.
Harga TBS Kelapa Sawit di Riau Semakin Membuat Petani Menjerit (Tribun Pekanbaru/Donny Kusuma Putra)
Riau kepada Tribunrohul.com mengungkapkan, harga TBS kelapa Sawit saat ini sungguh sangat memprihatinkan.
Bahkan kondisi saat ini membuat petani "menjerit" dengan harga TBS di petani hanya sekitar Rp 700.
Ia menambahkan, kondisi harga TBS kelapa sawit saat ini sungguh menyulitkan para petani sawit.
Pasalnya harga di petani kian minggu kian turun jauh dari tahun sebelumnya yang masih diatas Rp 1.000.
Diakuinya, jika hasil panen buah sawit sekali panen mencapai 1 ton per hektarnya, tentunya hanya mendapatkan uang sekitar Rp 700 ribu itu belum dipotong upah panen, yang sekitar Rp 300 ribu.
Jadi petani hanya mendapatkan 400 ribu.
Rian mengaku, harga TBS sampai ke patani biasanya yang menentukan Toke sawit, yang juga mengikuti harga di Pabrik kelapa sawit.
"Itu pun kalau satu Ton per hektar kalau tidak, ya makin hancur bang, lah bang, biasanya 1 hektar kalau saat ini hanya 800 kg, kadang kalau buah lagi banyak bisa sampai 1 Ton, " katanya, Selasa (20/11/2018).
Diakuinya, saat ini dirinya hanya memiliki 2 Hektar sawit yang sekali panen bisa menghasil kan sekitar 1,5 Ton, atau sekali penen bisa mendapatkan saat ini maksimal Rp 1,3 jutaan, belum dipotong upah panen.
Lebih lanjut dijelasknya, untuk upah melansir itu Rp150 per ton nya sedangkan upah mendodos itu per hektarnya sekitar Rp 100 ribu.
Jadi kalau dipotong upah panen itu ada sekitar Rp 250 ribu sampai Rp 300 ribuan.
Rian mengaku tidak tahu persis kenapa harga TBS sawit terus turun, mungkin karena harga CPO dunia sedang turun atau ada hal lain.
Pastinya, ia hanya berharap kepada pemerintah daerah untuk bisa mengambil sikap terkait harga TBS yang setiap minggu mengalami penurunan.
Diakuinya, saat ini bantuan dari pemerintah daerah belum ada terkait krisis harga TBS di petani apakah ada bantuan pupuk untuk Petani sawit atau bagaimana.
"Ya saya berharap harga bisa normal diatas seribu paling tidak . Karena melihat harga pupuk juga mahal saat ini saha harga pupuk merek Mahkota sekitar Rp 290 dengan berat 50 kg, sedangkan pupuk Phonska dan urea sekitar Rp 160 ribu dengan berat 50 kg," ungkapnya.
Saat ditanya apakah tau tentang kampanye menghentikan produksi kelapa sawit kotor yang dilakukan oleh Greenpeace.
Dirinya mengaku tidak tahu apa maksudnya, jika itu yang membuat harga TBS turun, ia berharap pemerintah bisa bertindak dalam meningkatkan harga TBS kelapa sawit.
"Yang penting harga naik bang itu aja, pemerintah daerah harus bergerak, kalau tidak petani sawit makin menjerit nih ditengah kebutuhan ekonomi yang semakin banyak," pungkasnya. (*)
Artikel ini telah tayang di Tribunpekanbaru.com dengan judul MIRIS! Harga TBS Kelapa Sawit di Rakit Kulim Rp 880 per Kilogram, Petani Hanya Terima Rp 250,